10 thn sudah kami berumah tangga dan belum dikaruniai anak. Bila kelak dikaruniai, amin. Bila pun tidak, puji Tuhan. Dua-duanya punya INDAHnya sendiri.
Seorang ibu berkata kepada saya, "Bu, siapa yang mengurus Ibu kelak di masa tua? Beda loh, bu, kalau ada anak." Saya menjawab, "Sedangkan Ibu begitu perduli terhadap saya, apalagi Tuhan. Apakah Tuhan tidak akan lebih perduli dari Ibu? Jika Ia tidak mengaruniakan anak, berarti Ia tahu apa yang akan dikerjakan-Nya bagi saya di masa tua saya nanti.
Anak adalah salah satu jenis kebahagiaan yang dianugerahkan Tuhan. Lalu, apakah itu berarti, ibu-ibu yang tidak memiliki anak tidak bahagia atau tidak lebih bahagia dari yang memiliki anak? Dan apakah itu berarti Tuhan tidak sayang atau Tuhan tidak ingin kita bahagia? Jawabannya: tergantung pada sudut pandang ibu itu sendiri dan suaminya tentang kebahagiaan.
Jika kebahagiaan itu dipandang dari sudut pandang pikiran manusia, maka akan ada kesedihan dan kekecewaan yang bisa menimbulkan percekcokan bahkan perceraian hanya karena tidak memiliki anak. Si ibu memandang diri adalah ibu yang malang, sang suami memandang isterinya adalah isteri yang sial. Di situlah kebahagiaan menjadi tidak bahagia, yakni di sudut pandang. Saya pastikan demikian, sebab ketidakadaan yang sama juga kami alami, yakni saya dan suami belum memiliki anak. Tetapi suami saya tidak memandang saya adalah isteri yang sial dan saya tidak memandang saya adalah ibu yang malang. Sudut pandang yang berbedalah yang membedakan sehingga walau sama masalahnya, beda menanggapinya, beda memahaminya, beda menyikapinya, Kebahagiaan yang dipandang dari sudut pandang pikiran manusia hanya menuntun kita menjadi pribadi yang tidak dapat bersyukur dengan apa yang ada kita miliki.
Lalu sudut pandang apa yang membuat suatu rumah tangga tidak memandang rumah tangganya kehilangan kebahagiaan karena tidak memiliki anak? Ada banyak sudut pandang yang mengarahkan manusia kepada pemikiran yang positif. Namun satu yang pasti adalah SUDUT PANDANG PIKIRAN ALLAH. Bila hal ini dipandang dari sudut pandang pikiran Allah, maka perkataan yang keluar adalah "Tuhan tidak pernah salah menetapkan suatu keputusan untuk hidup kita".
Belajar memandang dari sudut pandang pikiran Allah berarti memberi tempat yang selayaknya kepada Allah untuk mengatur hidup kita sesuai yang diinginkan-Nya. Kita hanya ciptaan-Nya. Dibuat untuk maksud-Nya, bukan untuk maksud kita. Allah punya hak untuk membuat kita sesuka hati-Nya. Namun sesuka hati Allah itu bukan "suka-suka" ala manusia yang meremehkan atau menjahati. Semua yang Ia kerjakan tidak ada satupun yang dirancang-Nya untuk maksud yang jahat, tetapi untuk maksud yang baik, indah dan membawa kita kepada sukacita dan damai sejahtera.-- "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Bila Ia tidak/belum mengaruniakan anak, berarti Ia memandang itu BAIK bagi kita. Baiknya dimana? Dipikiran-Nya. Semua yang ditetapkan Allah tidak asal-asalan. Ada pertimbangan, Ada maksud. Ada tujuan. Ada alasan.-- "Bukan tanpa alasan Kuperbuat segala sesuatu yang Kuperbuat." (Yehezkiel 14:23b). Ini bukan saja berlaku dalam hal tidak memiliki anak, tetapi untuk seantero kenyataan hidup kita. Memandang dari sudut pandang pikiran Allah berarti percaya bahwa apapun kenyataan hidup kita, itu ada dalam kerangka kasih Allah. Pikiran Allah tentang apa yang kita terima dari-Nya dan apa yang tidak, semua berasal dari HATI-Nya: hati yang mengasihi kita. Mempercayai hati Allah dan pemikiran-pemikiran-Nya untuk kita membuat kita dapat mensyukuri semua hal di hidup kita sebagai suatu proses Tuhan untuk membawa kita kepada kebahagiaan yang sesungguhnya. Seorang yang memandang hidupnyad dari sudut pandang pikiran Allah akan dapat melihat KEINDAHAN YANG TAK DAPAT DILIHAT OLEH MATA DUNIA. Sehingga adalah tidak mungkin untuk tidak mengatakan, "Terimakasih Tuhan".
Dapatkah Anda berkata, 'Terimakasih Tuhan karena saya/kami belum/tidak dikaruniai anak"?? Dapatkah? Selama Anda belum dapat mensyukurinya, itu berarti Anda masih terkurung dalam kerangka pikiran manusia semata-mata, yang memandang kebahagiaan hanya pada ukuran tertentu atau pada hal-hal tertentu saja. Tetapi bila Anda telah belajar memandang hidup Anda dari sudut pandang pikiran Allah, maka Anda akan melihat bahwa kebahagiaan Anda ada di seantero hidup Anda, bukan di hanya di satu hal atau di satu bagian di hidup Anda. Anda akan memandang seluruh kehidupan Anda adalah paket kebahagiaan dari Allah, termasuk air mata yang mengalir dalam sakit, dalam susah, sedih dan duka. Semua ada dalam satu paket KASIH ALLAH. Memang menyakitkan secara daging, menyedihkan secara manusia. Tetapi jika Anda percaya bahwa ada Tuhan di seantero hidup Anda, Anda akan tenang, sebab Anda tahu bahwa Ia ada untuk mengerjakan yang baik di hidup Anda, bukan yang buruk.
Oleh sebab itu, pandanglah segala sesuatu dari sudut pandang pikiran Allah, agar sekalipun Anda belum/tidak memiliki anak, Anda tidak menganggap diri tidak bahagia, karena kebahagiaan yang Anda lihat bukan kebahagiaan berdasarkan ukuran dunia, tetapi berdasarkan kebahagiaan yang berasal dari Allah, yang tidak terlihat dari mata duniawi, tetapi jelas dari mata sorgawi (mata iman).
Bila Anda sudah dapat mensyukuri hidup Anda, sekalipun tanpa anak, sekalipun tanpa emas dan permata, sekalipun tanpa kedudukan dan kehormatan, sekalipun tanpa kenikmatan dan kemewahan, maka berbahagialah, sebab itu berarti kebahagiaan yang tak terlihat dunia itu adalah milikmu. Namun sebaliknya, selama Anda tidak dapat bersyukur, selama itu juga Anda tidak akan pernah menganggap diri Anda bahagia. Kebahagiaan memang adalah milik orang-orang yang bersyukur. Amin !!
---
"Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Mat 16:23; Mrk 8:33).--**HEP**