Ketika seseorang telah terbujur kaku, segala hal yang baik tentangnya terucap. Bahkan seorang penjahat pun jadi disebutkan punya baik di dirinya pada kata-kata sambutan yang dipidatokan di hari pemakamannya. MENGAPA TIDAK MENGATAKAN ITU PADA SAAT ORANGNYA MASIH HIDUP?
Seseorang tak akan menjadi lebih baik jika hal-hal yang buruk saja di dirinya yang diperdengarkan kepadanya. Malah ini bisa menimbulkan "kebal kritik". Ia bisa menjadi tidak perduli lagi terhadap pandangan buruk yang disampaikan kepadanya. Bukan berarti tidak ada orang yang menjadi berubah baik dengan kecaman yang terus menerus. Tetapi orang bijak tidak akan hidup untuk hanya mengecam orang lain. Cobalah tukar posisi, bagaimana rasa Anda kalau orang lain hanya bicara hal buruk tentang diri Anda seolah Anda tidak punya hal yang baik? Apakah Anda akan merasa nyaman dengan hal itu?
Seseorang tak akan menjadi lebih baik jika hal-hal yang buruk saja di dirinya yang diperdengarkan kepadanya. Malah ini bisa menimbulkan "kebal kritik". Ia bisa menjadi tidak perduli lagi terhadap pandangan buruk yang disampaikan kepadanya. Bukan berarti tidak ada orang yang menjadi berubah baik dengan kecaman yang terus menerus. Tetapi orang bijak tidak akan hidup untuk hanya mengecam orang lain. Cobalah tukar posisi, bagaimana rasa Anda kalau orang lain hanya bicara hal buruk tentang diri Anda seolah Anda tidak punya hal yang baik? Apakah Anda akan merasa nyaman dengan hal itu?
Sekalipun keburukan yang disebutkan benar adalah milik orang itu, tetapi jika Anda masih punya kasih kepadanya, Anda tidak akan meluputkan hal yang baik tentang orang itu. Hanya bila ada kebencian, iri hati, sakit hati dan lain sebagainya serupa itu, maka di situlah letak KETIDAKINGINAN Anda untuk bicara yang baik lagi tentang orang itu. Kalau sudah begitu, masalahnya bukan saja di diri orang itu, tetapi juga di diri Anda. Memiliki rasa hati yang buruk terhadap seseorang melahirkan hal-hal buruk semata bagi orang itu. Jadinya Anda sama punya buruk, hanya beda kasus.
Tidak ada orang yang tidak punya "putih" di dirinya. Seburuk-buruknya seseorang, ia punya yang baik. Seperti Anda, Anda juga tidak hanya punya hal buruk di diri Anda, tetapi juga punya hal yang baik. Sebaliknya, tidak ada orang yang tidak punya "hitam" di dirinya. Jika Anda punya yang baik, Anda juga punya yang buruk. Hanya Tuhan yang tidak punya hal buruk di diri-Nya. Selagi Anda manusia, Anda pasti punya buruk. Jadi adalah bijak untuk tidak hidup dengan "memburuk-burukan" hidup semata-mata, tetapi singkaplah yang baik, maka Anda akan melihat yang baik.
Menyebutkan apa yang baik di diri seseorang adalah salah satu terapi psikologis yang mendorong hal-hal positif menjadi lebih kuat dari hal-hal negatif di diri seseorang. Karena itu berikanlah pujian yang sewajarnya dan penghargaan yang sepatutnya selagi orangnya masih hidup. Itu membantu perubahan baik di dirinya selagi ia masih hidup. Bukankah itu harapan Anda, bahwa ia berubah selagi hidup? Lalu mengapa menunggu ia mati untuk menyampaikannya? Kebaikan-kebaikan yang Anda sebutkan di telinga yang sudah membeku adalah jelas tak ada gunanya. Di lain pihak, Andalah yang akan memiliki penyesalan itu, sebab terkadang, nanti bila orangnya tidak ada, barulah "baiknya dia" ada di tetesan air mata.
Tidak ada orang yang tidak punya "putih" di dirinya. Seburuk-buruknya seseorang, ia punya yang baik. Seperti Anda, Anda juga tidak hanya punya hal buruk di diri Anda, tetapi juga punya hal yang baik. Sebaliknya, tidak ada orang yang tidak punya "hitam" di dirinya. Jika Anda punya yang baik, Anda juga punya yang buruk. Hanya Tuhan yang tidak punya hal buruk di diri-Nya. Selagi Anda manusia, Anda pasti punya buruk. Jadi adalah bijak untuk tidak hidup dengan "memburuk-burukan" hidup semata-mata, tetapi singkaplah yang baik, maka Anda akan melihat yang baik.
Menyebutkan apa yang baik di diri seseorang adalah salah satu terapi psikologis yang mendorong hal-hal positif menjadi lebih kuat dari hal-hal negatif di diri seseorang. Karena itu berikanlah pujian yang sewajarnya dan penghargaan yang sepatutnya selagi orangnya masih hidup. Itu membantu perubahan baik di dirinya selagi ia masih hidup. Bukankah itu harapan Anda, bahwa ia berubah selagi hidup? Lalu mengapa menunggu ia mati untuk menyampaikannya? Kebaikan-kebaikan yang Anda sebutkan di telinga yang sudah membeku adalah jelas tak ada gunanya. Di lain pihak, Andalah yang akan memiliki penyesalan itu, sebab terkadang, nanti bila orangnya tidak ada, barulah "baiknya dia" ada di tetesan air mata.
"Alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!"
- Amsal 15:23b -
SHALOM.
--**HEP**--
0 komentar:
Posting Komentar