Matius 5:21-22
"Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala."
KAFIR dalam agama Yahudi adalah orang-orang bukan Yahudi (Bil 23:9). Kata ini ditempatkan dalam kerangka kebangsaan dan cara hidup spesifik orang Yahudi di bawah payung Hukum Taurat (Gal 2:14).
Cara pandang Yahudi terhadap bangsa lain dalam bingkai kebanggaan akan kekhususan diri sebagai bangsa pilihan Allah menjadikan kata 'kafir' dipakai dalam arti jelek, seperti terlihat dari kata 'kafir', yang dipakai Yesus mengambil istilah yang berlaku di kalangan Yahudi (Matius 5:22), yakni 'Rakha'. 'Rhaka' berasal dari kata Aram dan Ibrani yang berarti 'tidak punya guna apapun'. Bahkan 'kafir' dalam bahasa Aram dalam rumpun kata yang sama, yakni 'reqa' berarti 'bajingan' atau 'orang goblok'.
Hukum Taurat menampilkan dosa sebagai perbuatan yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh telinga. Hukum Taurat sangat detil mengatur kehidupan lahiriah. Dalam Hukum Taurat, mata dan telinga manusia menjadi saksi Hukum Taurat. Seperti contoh yang diambil Yesus tentang ketegasan penegakan pelaksanaan Hukum Taurat, "Jangan membunuh" (Keluaran 20:13; Ulangan 5:17). Orang Yahudi yang tidak membunuh atau tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum yang termaktub dalam Hukum Taurat merasa aman dan BERSIH dari dosa.
Tapi apa kata Yesus?
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala."
Kita tidak membunuh, tapi kalau kita mengatai orang dengan sebutan-sebutan kemarahan: 'Kafir!' atau 'Jahil!' atau kata-kata sebutan yang mengandung ejekan atau hinaan, misalnya 'Dasar pembunuh!', 'Pelacur!', 'Pencuri!', 'Bajingan!', 'Goblok!', dll, maka kita juga harus dihukum karena kata-kata itu.
"Masalahnya bukan sekedar soal membunuh, tapi juga soal kecenderungan hati ... Dalam jiwanya, ini merupakan pelanggaran yang sama besarnya dengan pembunuhan yang sebenarnya." (Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Kafir, hlm. 492).
Demikianlah Yesus memberikan salah satu contoh penggenapan Hukum Taurat di dalam Hukum Perjanjian Baru, yakni Hukum Kasih. Hukum Kasih berdasarkan HATI. HATI YANG MENGASIHI, yakni kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama manusia (Matius 22:37-40).
Mencaci 'Kafir!' atau 'Jahil!' atau segala sebutan cacian lainnya adalah perwujudan hati yang tidak mengasihi sesama manusia. Sebutan cacian juga adalah perwujudan klaim diri lebih benar dari orang yang dicaci, bahwa kamu begitu, saya tidak begitu; kamu berdosa, saya tidak. Pembenaran diri seperti ini, yakni dengan mengukur dosa orang lain tidak punya tempat dalam pembenaran Allah.
Pernyataan Yesus tentang larangan menyebut orang:"Kafir!" dalam kerangka kasih kepada sesama manusia diperjelas dalam pengajaran selanjutnya (Matius 5:23-26):
"Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas."
-- Tidak ada gunanya beribadah bila ada hubungan yang tidak damai dengan orang lain, bahkan bila itu ada di hati saja, maka yang ada adalah kemunafikan, suatu bentuk pendustaan.
"Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 Yohanes 4:20-21)
Manusia hanya bisa melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat segalanya bahkan yang tak terlihat oleh manusia. Kita hanya tahu apa yang kita tahu, bahwa ia kafir, ia pembunuh, ia jahil, ia pelacur, ia pezinah, ia penjudi, ia pencuri, dll, tetapi kita tidak mengikuti hidup seseorang dari ia di dalam kandungan sampai ia menutup mata selamanya. Tuhanlah yang mengikutinya. Kita tidak tahu hati dan pikirannya sepanjang usia hidupnya, Tuhan yang punya pengetahuan itu. Dan harus pula kita sadari, bahwa kita tidak tahu hari esok kita. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada diri dan hidup kita di kemudian hari. Jangan-jangan kita justru berlaku dosa pula atau bahkan lebih buruk dari orang yang kita cela.
Timbangan baik buruk setiap orang ada pada Tuhan. Dan penilaian Tuhan bukan hanya pada satu titik "dosa", tapi pada seantero hidup anak manusia. Oleh sebab itu kita tidak diberi hak untuk menghakimi orang lain (Matius 7:1-5; Lukas 6:37-38; 41-42). Ditegaskan kembali oleh Rasul Paulus:
"Karena itu, hai manusia, siapa pun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama." (Roma 2:1).
Maka, teringatlah kita akan nasihat hikmat:
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23)
Sebutan-sebutan seperti itu juga dapat menimbulkan rasa sedih dan sakit di hati. Beberapa orang akan menjawab bahwa perbuatan orang itu sudah lebih dahulu menyakitkan. Benar. Tetapi inilah Hukum Kasih bahwa rasa sakit tidak boleh dibalas dengan rasa sakit. Ini jelas dalam perkataan Yesus:
"Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu." (Lukas 6:29).
Intinya, jangan membalas, "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!" (Roma 12:17). Demikianlah kasih.
Dalam prakteknya kasih tidaklah mudah, tapi harus menjadi target pencapaian orang percaya di dalam hidupnya. Orang yang mengerti hal ini atau orang yang hidup di dalam Hukum Kasih tidak akan berani menganggap diri lebih benar atau lebih baik dari orang lain. Sebaliknya, orang Kristen Hukum Taurat akan menganggap diri sempurna karena tidak melakukan larangan yang termaktub dalam butir-butir Hukum Taurat, tetapi tidak menyadari bahwa ia telah melanggar Hukum Kasih.
Lalu bagaimana dengan sebutan 'Kafir!' yang kita dengarkan dari saudara-saudara sesama manusia kaum Muslim kepada orang Kristen? Ya, tidak apa-apa. Mereka memiliki paham itu.
"Menurut syariat Islam, manusia kafir yaitu: seorang yang mengingkari Allah sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad sebagai utusan-Nya", begitu yang saya baca di Wikipedia.
Lalu apa masalahnya buat kita? Itulah salib kita. Bersihkan hati kita saja. Bagaimanapun semua manusia adalah ciptaan Yang Mahakuasa. Benar tidak benar, baik buruk setiap insan manusia, catatannya ada pada sang Pencipta. Kita kerjakan saja apa yang diajarkan Yesus kepada kita:
"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44).
Itulah bagian kita, yakni mengasihi mereka dan berdoa bagi mereka.
Tapi ingat, harus TULUS. Jangan munafik. Hati harus ikhlas. Dan juga jangan mengukur mereka. Kita tidak tahu hati, pikiran dan hidup mereka. JANGAN MENGAMBIL HAK TUHAN (Ulangan 32:35; Roma 12:19). Jangan berlaku SEOLAH TUHAN TIDAK TAHU APA YANG BAIK DAN APA YANG BURUK. Jangan berlaku seolah kita lebih tahu dari Tuhan. Dan jangan berlaku SEOLAH TUHAN TIDAK ADA, SEOLAH TUHAN TIDAK TAHU APA-APA.
Akhirnya, jangan mengatai orang: 'Kafir!' atau apapun yang bersifat mencela, menjelekkan, menghina, merendahkan, dsb. Dan jangan marah jika kita yang percaya kepada Yesus Kristus, disebut: 'Kafir!'.
Kebenaran Allah tidak perlu diperangkan. Karena peperangan manusia tidak akan mengubah kebenaran Allah sekalipun manusia kalah dalam peperangan itu. Kebenaran Allah adalah milik Allah. Diakui atau tidak, kebenaran Allah tetaplah kebenaran Allah. Dibolak balik, diplesetin, diplintir, diputar balik, atau diapapun oleh manusia, kebenaran Allah tetaplah kebenaran Allah, karena pada-Nyalah kebenaran itu. Dipalsukan sekalipun, Ia memiliki aslinya.
Manusia berasal dari Allah, bukan Allah berasal dari manusia. Bukan Allah baru menjadi ada karena kita. Ada ataupun tidak ada kita, Allah tetap ada. Percayalah dan percaya dirilah, maka kamu hanya akan tersenyum.
ALLAH ITU KASIH. There is no truth without LOVE.-- Shalom, HEP.