Jumat, 25 November 2016

Reputasi Kaya

Derita orang yang dari sononya sudah susah tidak sebanding dengan derita orang kaya yang baru jadi susah.


Orang miskin dari awal bisa duduk makan di warteg, tapi orang kaya baru miskin, beli lauk di warteg makannya di rumah.

Orang tidak boleh tahu kalau mereka sudah susah. Sebab Reputasi "Orang Ada Uang" sudah terlanjur melekat pada diri atau keluarga mereka.

Walau isi dompet sudah sisa ribuan, tapi penampilan tetap harus terlihat "mewah". Termasuk pakai perhiasan imitasi serupa emas berlian, karena yang asli sudah terjual atau tidak bisa lagi ditebus dari gadaian. Anehnya, karena diketahui mereka kaya, tidak ada orang yang menyangka itu emas bo'dong. Tetap saja dilihat asli. Untungnya disitu ??. 

Itu adalah penderitaan. Derita mantan orang kaya secara psikis sangat berat. Jika rendah hati mereka akan tampil apa adanya tanpa malu. Namanya juga hidup di dunia, tidak ada yang abadi.

Tetapi karena uang dan kekayaan cenderung membuahkan kesombongan, maka bukan kesusahan yang menyiksa hati, tetapi kesombonganlah yang menyiksa hidup.

Bila berhikmat, sebenarnya, bukan kekayaan yang mau diambil Tuhan dengan mengijinkan si kaya menjadi miskin, tetapi kesombongan di hatinya, itulah yang mau ditiadakan oleh Tuhan.

Matius 16:26
"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?"

Jika mengerti pasti akan bersyukur. 
Amin.--

SHALOM
HEP

Rabu, 23 November 2016

Sedih Dengan Negara Ini | Suara Hatiku


Di mana-mana ada hujatan. Di video, tulisan, status, komentar ..., tapi mereka MERDEKA.


Satu kesalahan mulut melautkan manusia dengan gelombang suara yang tidak hanya menghempas satu jiwa saja, tetapi juga menyeret seluruh butiran pasir di Pantai Kafir. Namun ... mereka MERDEKA.

Derita dan nyawa anak-anak tak berdosa menjadi saksi kebiadaban pribadi-pribadi yang melakukannya atas dasar keyakinan ajaran agama yang sama dengan mereka, tapi DIMANAKAH LAUTAN PUTIH ITU???

Ternyata, kematian anak manusia tidak lebih sadis dari perkara ucapan bibir belaka.

Apakah hanya mereka yang punya hati? Apakah kami diciptakan tanpa hati?

Apakah kami yang meminta ada di negeri ini? Sang Pencipta yang menaruh kami di sini.

Lalu kalau mereka berkuasa atas kemerdekaan, dan hai kamu, kamu dan kamu, yang tak kukenal, bila takutmu ada, mengapa tidak tiadakan saja kami saat baru terlahir di negeri ini, agar kami tidak harus merasakan KEMERDEKAAN kata-kata, tindakan dan perbuatan mereka atas kami?

Panji kemenangan dipersembahkan untuk teriakan penuh amarah, hujatan dan kebencian.

Dan untukmu, wahai jeritan tangis pilu derita dan kematian, terimalah selembar tissue ini beriring lantunan syair nan merdu : "Turut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya."

Hai kamu, kamu dan kamu, yang tak kukenal. Lantunkanlah saja sekarang syair itu selagi telinga kami masih dapat mendengarnya. Sebab siapakah lagi yang akan berbelasungkawa, bila yang tinggal hidup adalah kalian saja?

Biarkanlah mereka menghujat dan mengancam, toh kami tidak meraung di jalan.

Teriakan di jalan memang lebih didengar dari pada isakan tangis di altar-Nya. Seruan membunuh penuh kebencian lebih MERDEKA dari pada jeritan pilu kematian.

Udara di langit negeri ini telah menghembuskan rasa di kecap hatiku. Setitik butiran bening mengalir di sela goresan. Kugurat untuk kehidupan ... sebelum akupun tiada.

Lebih baik buta namun memandang, dari pada melihat namun buta. Lebih baik tuli namun menyimak, dari pada mendengar namun tuli.

Suara hatiku adalah milikku -HEP

Selasa, 22 November 2016

Pindah Agama Kristen Jangan Jelekkan Agama Sebelumnya


Gereja bukan tempat untuk menghina. Gereja bukan tempat untuk mencibir atau menjelek-jelekkan. Gereja bukan tempat untuk menghujat.


Mimbar Pelayanan Firman adalah mimbar pemberitaan firman Tuhan yang tertulis di Alkitab, bukan apa yang tertulis di Kitab Suci lain. 

Beritakan kebenaran Injil Kristus, bukan ketidakbenaran Kitab Suci lain.

Ceritakan tentang Yesus dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya, bukan menceritakan nabi lain di luar Alkitab.

Kebenaran Injil Kristus tidak memerlukan ketidakbenaran Kitab Suci lain!! untuk membuat Injil Kristus menjadi benar.

Mimbar Pelayanan Firman dan Ruang Kesaksian di dalam Ibadah Jemaat bukanlah ruang kelas / kuliah/ seminar Studi Perbandingan Agama.

Biarkanlah mereka, yang semula ada di antara kita berpindah ke agama lain, menghujat Yesus dan Injil-Nya. Tetapi jangan sebaliknya.

Belajarlah dari Yesus. Yesus dari Agama Yahudi, tapi Yesus tidak pernah mengejek, menertawakan, melecehkan Agama Yahudi dan Kitab Sucinya. Yang Yesus kecam adalah manusia-manusianya yang hidup dalam kemunafikan.

Jika Roh Kristus sudah ada di hatimu, maka kerjakanlah dan beritakanlah kebenaran tanpa kehilangan KASIH.

Karena, TIDAK ADA KEBENARAN TANPA KASIH.

GOD IS LOVE.
-- HEP

Senin, 21 November 2016

Hukuman dan Kasih Tuhan

"Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!" (Wahyu 3:19)
Anugerah keselamatan di dalam Yesus Kristus seringkali dipahami sebagai kemerdekaan tanpa tanggung jawab. Ayat-ayat keselamatan atas kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus dijadikan tameng pencukupan diri pada keyakinan dan pengakuan percaya saja. Sementara ayat-ayat pengajaran yang menegaskan akan keharusan untuk kita hidup dalam ketaatan tidak dimunculkan sepopuler ayat-ayat keselamatan.

Di dalam Kristus, ketaatan bukan lagi karena ketakutan akan sanksi Hukum Taurat, tetapi karena hati yang mengasihi. --- "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15). Bukti kasih kita kepada-Nya akan dilihat Tuhan dari ketaatan kita kepada perintah-perintah-Nya. --- "21 Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku." (Yohanes 14:21a).

Namun pada kenyataannya, selaku manusia Kristen, kita tidak selalu hidup dipimpin oleh Roh Kudus melainkan mengikuti keinginan kita sendiri dan jatuh ke dalam berbagai dosa. Apakah dengan ini Ia meninggalkan kita? Tidak. --- "Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya." (2 Timotius 2:13). Akan tetapi kesetiaan Tuhan bukanlah kesetiaan yang diam membiarkan kita hidup di dalam dosa, melainkan kesetiaan yang menuntun kita kepada pertobatan dan ketaatan.

Paulus selalu mengingatkan akan kepemilikan Roh Kudus di dalam hati kita. Sebagai pribadi yang memiliki Roh Kristus, kita adalah orang-orang yang pertama-pertama harus memiliki ketaatan kepada kehendak-Nya. --- "Kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." (Roma 8:9)  --- "Jika kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh." (Galatia 5:25).

Oleh Roh-Nya di dalam kita, kita menjadi anak-anak-Nya. --- "Semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." (Yohanes 1:12) --- "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." (Galatia 3:26) ---"Artinya: bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar." (Roma 9:8).

Oleh Roh-Nya di dalam kita, kita memanggil Dia, Bapa. --- "Oleh Roh itu berseru: "ya Abba, ya Bapa." (Roma 8:15c)Dan karena kita anak, maka kita harus hidup dipimpin oleh Roh-Nya. ---- "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." (Roma 8:14).

Ketika kita tidak lagi mewujudnyatakan diri kita sebagai anak-anak Allah, di situlah didikan Tuhan diterapkan atas kita. --- "7 Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?  8 Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. 9 Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? 10 Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:7-10)

Ketidaktaatan hidup dipimpin oleh Roh mendatangkan teguran dan hajaran Tuhan, karena kita adalah anak-anak-Nya, maka kitalah pribadi-pribadi yang paling pertama-tama menerima teguran dan hajaran-Nya. --- "Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!" (Wahyu 3:19).

Tapi sungguh sayang perkataan Tuhan Yesus ini diabaikan oleh orang-orang yang berpegang pada satu dua ayat dari ucapan Rasul Paulus yang berkata: "1 Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. 2 Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut."  (Roma 8:1-2)

Ucapan Paulus pada kedua ayat ini seringkali dipakai oleh pribadi-pribadi yang menolak paham hukuman Tuhan di hidup kita. Perkataan Paulus ini dipahami dengan MENCABUT ayat-ayat ini dari kesatuannya dengan ayat-ayat lainnya, yakni Roma 8:1-17, yang bertema 'Hidup Oleh Roh', bahkan dari kesatuannya dalam keutuhan firman Tuhan di dalam Alkitab.

Di situ Paulus menandaskan, bahwa oleh karena kematian dan kebangkitan Yesus, kita tidak lagi menerima penghukuman yang seharusnya kita terima sebagai upah dosa kita, yakni 'hukum maut' (ay 2, 11). Dan oleh sebab itu, kita yang menerima Roh Kudus harus memerdekaan diri kita dari penjajahan keinginan-keinginan diri kita sendiri dan menaklukan diri kita kepada keinginan Roh (ay 15) atau hidup menurut Roh (ay 4) atau hidup di dalam Roh (ay 9) atau hidup dipimpin oleh Roh (ay 14).

Penaklukan diri kepada Roh memerdekakan kita dari 'hukum dosa' (ay 4) --- "3 Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, 4 supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh." (Roma 8:3-4). Ya jelas, tuntutan Hukum Taurat tak berlaku bagi orang yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh (ay 4-6).

Berhadapan dengan kaum sesamanya orang Yahudi, Paulus menggunakan terminologi Taurat yang bertabur kata 'hukum' atau 'hukuman', salah satunya 'Hukum dosa' (Roma 7:25; 8:4).

Dalam Roma 7:13-25 Paulus memberi penjelasan tentang hukum dosa ini: "15 Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. 16 Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. 17 Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. 18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. 19 Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. 20 Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku." (Roma 15:17-20)

Bahwa manusia yang memiliki Roh Tuhan di dalam dirinya tidak luput dari konsekwensi kedagingan, yaitu dosa. Dan itu fakta!!! Pendusta bila kita mengatakan orang-orang Kristen tidak lagi melakukan apa yang tidak dikendaki Tuhan.

Pada satu sisi Paulus menegaskan bahwa kita harus hidup menurut Roh, yakni menurut kehendak Tuhan. Tetapi pada kesempatan lain pula Paulus berkata bahwa akal budi kita menyadari bahwa kita telah melanggar hukum Allah, yakni bahwa kedagingan kita telah melayani dosa.

Sadar hukum Allah dan sadar hukum dosa adalah bagian di dalam kita. Karena kita punya Roh Kudus, tapi juga kita punya tubuh daging. Tubuh daging tetap memiliki tuntutan keinginan-keinginan. Pada kedagingan inilah hukum dosa itu diberlakukan kepada kita. --- "21 Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. 22 Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, 23 tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. 24 Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? 25 Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. 26 Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. (Roma 7:21-26).

Di situlah teguran dan hajaran Tuhan ditempatkan, yakni pada dosa kedagingan kita. Sebab, "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8) --- "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:19).

Tatkala keinginan daging telah menipu dan membawa kita ke dalam berbagai-bagai dosa, kita menjadi tidak berbeda dengan orang-orang yang tidak memiliki Roh Tuhan di dalam dirinya. --- "Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." (Roma 8:9).

Kalau Paulus menggunakan kata 'hukum' atau 'hukuman' dalam konteks pemahaman Hukum Taurat, maka dalam Hukum Kasih, Yesus menggunakan kata 'teguran' dan 'hajaran'. Hukum dosa bukan lagi dibawah kuasa Hukum Taurat tetapi dibawah kuasa Hukum Kasih. Kalau hukuman Hukum Taurat untuk membinasakan, maka 'teguran dan hajaran' Hukum Kasih untuk PERTOBATAN.

Kita percaya bahwa di dalam Yesus kita dibebaskan dari hukuman maut. Tak ada lagi hukuman sesudah kematian. --- "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).

Dan kalau ganjaran atas ketidaktaatan kita juga tidak ada lagi selagi kita masih di dunia, maka pertanyaannya adalah kapankah pemberlakuan perkataan Yesus ini diterapkan bagi kita: "Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!" (Wahyu 3:19) ?? Bukankah tidak ada lagi hukuman maut bagi kita, lalu kapan Yesus menegor dan menghajar kita? Di sorga? Adakah tegoran dan hajaran di sorga? Perhatikan, tujuan tegoran dan hajaran itu adalah "BERTOBATLAH!". Maka tegoran dan hajaran Yesus BERLAKU DI DUNIA, saat kita masih di sini, belum ke sana.

Kemerdekaan dari hukuman kekal bukanlah kesempatan bagi kita untuk bebas hidup dalam dosa. --- "13 Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. 14 Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" (Galatia 5:13-14). Teguran dan hajaran Tuhan membuat kita belajar apa yang benar di mata-Nya. --- "Seandainya orang fasik dikasihani, ia tidak akan belajar apa yang benar; ia akan berbuat curang di negeri di mana hukum berlaku, dan tidak akan melihat kemuliaan TUHAN." (Yesaya 26:10).

Penerapannya adil karena berdasar pada perbuatan dosa itu sendiri. Teguran dan hajaran sesuai dengan apa yang kita tabur (Galatia 6:7). Dalam konteks keadilan Allah digunakan kata 'Pembalasan Allah' (Ulangan 32:35 ; Roma 12:19; Ibrani 10:30). Penjelasan tentang ini, lihat artikel (klik di sini >>) Pembalasan Tuhan.

Dengan ini nyatalah kehadiran-Nya di dalam kita. Bahwa Ia terus bekerja di dalam kita untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi Dia. --- "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).

Tujuan-Nya apa? Supaya kita menjadi serupa dengan gambaran Dia; serupa dengan Yesus. --- "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara." (Roma 8:29)Dan itu hanya mungkin bila kita hidup dalam ketaatan kepada segala perintah-Nya.

Salib Kristus tidak memerdekakan kita untuk hidup sesuka hati kita tanpa teguran, tanpa hajaran. Justru oleh teguran dan hajaran Tuhan nyatalah kasih-Nya, bahwa Ia tidak meninggalkan kita dalam dosa kita, melainkan mendampingi kita untuk keluar dari semua itu dengan teguran dan hajaran-Nya.

Teguran dan hajaran-Nya membuktikan Ia Immanuel, Allah menyertai kita. Ia tahu segalanya, karena Ia hidup di dalam kita. ---"Oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu." (Efesus 3:17a).

Teguran dan hajaran Tuhan tiba di hidup kita dalan berbagai bentuk. Yang pasti itu tidak menyenangkan. --- "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita." (Ibrani 12:11a) .

Teguran dan hajaran Tuhan tiba di hidup kita bagaikan paket kiriman yang sampulnya jelek, tidak bagus, tidak kita sukai bahkan kita tolak. Karena kita hanya melihat itu dengan mata jasmani kita saja.

Ya, ketika sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi, kita cenderung hanya melihat perkara itu saja, hanya melihat masalah itu saja. Namun orang yang juga memandang dengan mata iman akan melihat bahwa sampul paket itu hanyalah pembungkus. Yang mau diberikan Tuhan bukan sampulnya, tapi isinya. Itulah yang mau diberikan kepada kita, yakni hendak membawa kita kepada kebenaran-Nya. --- "Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (Ibrani 12:11b)

Saya menyinggung sedikit di sini tentang salah satu alat didikan Tuhan untuk menegur dan menghajar pelanggaran kita adalah hukum negara yang berlaku di mana anak-anak-Nya hidup. Allah memberi tongkat didikan itu di tangan pemerintah.

Pemerintah adalah hamba Allah atau pelayan Allah yang ditetapkan Allah bukan hanya untuk mempimpin tetapi juga untuk mendidik dengan menegakkan hukum yang berlaku atas perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan oleh anak-anak-Nya. --- "Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat." (Roma 13:4).

Hanya dengan melihat Tuhan dalam perkara hukum yang ditanggungnya, seseorang akan keluar sebagai orang yang tidak akan kembali lagi melakukan perbuatan yang sama bahkan mengalami kelahiran yang baru, yakni menjadi pribadi yang baru di dalam Tuhan. Hanya dengan melihat Tuhan seseorang akan mengerti bahwa Tuhan begitu mengasihinya sehingga ia menerima teguran bahkan hajaran dengan rela hati karena ia tahu itu demi kebaikannya. --- "Sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;  6 karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." 7 Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? " (Ibrani 12:5-7)

Namun bila Tuhan tidak dilihat dalam hukuman itu atau bila hukuman itu dilihat hanya sebagai karya manusia belaka, maka yang ada adalah penolakan atas apa yang terjadi. Rasa kecewa, sakit hati, marah bahkan dendam menyelimuti hati. Tak dapat menerima kenyataan sebagai kepantasan. Diri menganggap tak layak menerima semua itu. 

Tak dapat dipungkiri, demikianlah kita manusia, jangankan hukuman penjara, teguran atau hajaran dalam bentuk yang tidak dihukum penjara pun, kita cenderung tidak melihat Tuhan di dalamnya. Yang kita lihat hanya kesalahan dari luar diri kita. Nyaris kita tidak menaruh perhatian pada diri kita sendiri sebagai penyebab langsung atau tidak langsung dari apa yang terjadi. 

Contoh hal ini ditampilkan oleh salah satu dari dua penjahat yang disalibkan di samping Yesus. Ia menganggap dirinya tidak layak menerima hukuman itu. Namun penjahat yang lain justru memahami sebaliknya: "40 Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama 41 Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah." (Lukas 23:40-41)

Penjahat ini menerima hukuman itu dengan ikhlas karena menganggap dirinya layak menerimanya. Namun ia tidak putus asa. Walau kematian telah di depan matanya, ia masih punya harapan akan hari esoknya yang diyakininya ada pada Yesus: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Lukas 23:42).

Menerima hukuman bukan akhir segalanya. Penghukuman itu justru membawanya kepada Yesus, kepada kehidupan baru tanpa penghukuman apapun lagi. Maka kepadanya Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."  (Lukas 23:43).

Teguran dan hajaran Tuhan hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang menganggap dirinya layak menerimanya. Pada titik kerendahan hati yang menyadari kelayakan diri menerima teguran dan hajaran Tuhan, pada titik itulah ada "KERELAAN HATI" atau keikhlasan menerimanya. Karena itu Yesus berkata, "Relakanlah hatimu." Keinsafan akan kelayakan diri yang menerbitkan hati yang rela, hanya bisa kita miliki bila kita menaruh diri kita di hadapan-Nya dan memandang kepada-Nya.

Hanya bila kita melihat Tuhan dalam pergumulan atau perkara di hidup kita, maka kita dapat melihat diri kita sendiri dan Tuhan. Karena memandang Tuhan, kita tidak lagi memandang yang lain, tidak lagi bicara sebab akibat berdasarkan versi dunia, yakni dengan melihat bagaimana terjadi, siapa pelaku yang menyebabkan terjadi, kesalahan teknis apa yang menyebabkan itu, makanan apa yang salah, dan lain sebagainya, yang intinya hanya melihat dengan pandangan dan pikiran manusia belaka. Tetapi bila kita menaruh diri kita di hadapan-Nya dan memandang kepada-Nya, maka tak ada yang lain, hanya diri kita sendiri dan Tuhan: "Saya dan Tuhan".

Barulah saat itu kita dapat menukik turun ke titik kerendahan hati. Di situlah kita akan menemukan kesalahan diri tanpa bercampur dengan kesalahan orang lain atau apapun dari luar diri kita seperti penjahat yang diselamatkan itu. Jika kita dapat mencapai titik kerendahan hati, maka barulah kita dapat menyadari dan mengakui bahwa Tuhan sedang menegur kita, bahwa Tuhan sedang menghajar kita, dan itu kita tahu, karena IA MENGASIHI KITA. Teguran dan hajaran Tuhan hanyalah sedikit bagian dari perjalanan kasih bersama Tuhan.

Anak-anak Tuhan mengenal Bapanya, bahwa Bapanya tidak harus memakai rotan didikan kepadanya tanpa alasan. --- "Kamu akan mengetahui bahwa bukan tanpa alasan Kuperbuat segala sesuatu yang Kuperbuat atas Yerusalem, demikianlah firman Tuhan ALLAH." (Yehezkiel 14:23b)Karena kita adalah anak-anak-Nya maka kita harus hadir di dalam dunia sebagai anak-anak-Nya. 

Kewargaan kita adalah kewargaan sorga. --- "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat." (Filipi 3:20). --- "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." (Roma 8:12)maka citra kewargaan sorga anak-anak Tuhan harus nyata di mata dunia. Namun bukan citra lahiriah belaka, karena di dalam teguran dan hajaran itu, Ia mendidik kita untuk hidup kudus. 

Salib Kristus tidak menghapus ketaatan. Justru oleh Salib Kristuslah kita harus hidup di dalam ketaatan. Karena kita sudah diselamatkan, maka oleh diri kitalah keselamatan itu harus nyata bagi dunia tanpa kemunafikan, tetapi dengan kejujuran hidup yang bersukacita karena kekudusan yang ada bukanlah kepalsuan. --- "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir." (Filipi 2:12).

Tak ada di antara kita yang tidak ditegur dan tidak dihajar, karena kita semua punya hal-hal di diri kita yang harus dikuduskan entah hati kita, pikiran kita, ucapan kita, perbuatan kita, sifat, karakter, tabiat dan sebagainya. Kita memang harus dididik supaya kita layak disebut anak-anak Tuhan. Bentuk teguran dan hajaran berbeda-beda pada setiap kita. Karena kita beda orang, beda sejarah, beda kisah, beda kehidupan. Tak ada yang dapat memastikan seperti apakah bentuknya sampai kita sendiri mengalami dan merasakan itu tiba di hidup kita. 

Namun, bukan tidak ada orang-orang yang memandang dirinya sama dengan Ayub yang mengalami pergumulan atau perkara tanpa kesalahan diri sehingga lebih suka dan lebih bisa menerima itu adalah UJIAN, bukan teguran. Tetapi sebagai manusia berdosa, lebih baik melihat apa yang terjadi sebagai teguran dan hajaran yang mengarahkan kita kepada pertobatan, dari pada melihatnya sebagai ujian semata untuk membenarkan diri sendiri.

Ada pula pandangan yang menolak penyebutan kata 'teguran', 'hajaran' apalagi kata 'hukuman', termasuk tidak suka dengan kata 'pembalasan Tuhan', dengan anggapan, kata-kata itu bukan kata-kata kasih, tetapi kata-kata Taurat. Jangankan kata-kata, pada fakta penderitaan, masalah, pergumulan, musibah dan malapetaka dahsyat sekalipun, seorang yang mengenal Allah di dalam Yesus Kristus akan tetap melihat: "ITU KASIH ALLAH". ADA KASIH ALLAH DI SITU. Di dalam Tuhan Yesus, semua kata-kata Taurat itu bukan lagi dalam arti dan makna yang lama (Perjanjian Lama), tetapi telah memiliki arti dan makna yang baru di dalam KASIH yang berlaku bagi umat Perjanjian Baru, yakni gereja-Nya.

Kasih Tuhan sempurna bagi kita. Ia tidak hanya membuat kita bangga di sebut anak-anak Tuhan karena kematian dan kebangkitan-Nya, tetapi dengan Roh-Nya di dalam kita, Ia terus bekerja untuk membuat kita pun layak disebut anak Tuhan, yakni dengan menegur dan menghajar kita, yang sebenarnya bukan kita tetapi menghukum dosa kita, untuk membawa kita kepada pertobatan dan ketaatan kepada kehendak-Nya.

Satu perkara lain yang indah dalam teguran dan hajaran-Nya adalah bahwa terang tidak dapat bersatu dengan gelap. Tuhan tidak dapat berkawan dengan dosa kita. Dosa kita menghalangi kasih-Nya. --- "Kesalahanmu menghalangi semuanya ini, dan dosamu menghambat yang baik dari padamu." (Yeremia 5:25).

Dosa kita bagaikan tembok yang kita bangun untuk mengurung diri kita di dalamnya. Allah bekerja untuk meruntuhkan tembok yang tersusun dari tumpukan keinginan-keinginan daging yang terpenuhi oleh kita. ---"Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:7).

Dosa kita menjadikan diri kita musuh Allah. --- "Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4).

Dan luar biasanya, kita yang menyedihkan hati-Nya, namun Ialah yang bekerja untuk mendamaikan kita dengan diri-Nya. Bukan kita yang berupaya hidup di dalam terang, tetapi Dialah yang terus bekerja untuk membuat kita berada lagi di dalam terang, yakni dengan menegur dan menghajar kita, karena Ia sangat mengasihi kita.

Kasih Yesus tidak berakhir di Golgota tetapi terus berkesinambungan sepanjang masa hidup kita. Ia bukan saja menghukum dosa maut bagi kita, tapi juga menghukum dosa kedagingan kita. 'Teguran dan hajaran' Tuhan menghukum dosa kita selagi kita di dunia ini, sehingga kelak, "Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. " (Roma 8:16).

Terimakasih Tuhan. Amin.

SHALOM
HEP

Kamis, 17 November 2016

Kasus Ahok dan Kasus Yesus | Kemiripan


Kasus dugaan penistaan agama yang disangkakan kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengingatkan saya akan apa yang dialami Yesus tatkala kekuatan kelompok penganut agama Yahudi dibawah pimpinan ahli-ahli Taurat dan imam-imam Yahudi menuntut pemerintah Romawi untuk menjatuhkan hukuman kepada Yesus.



Sekalipun Yesus telah diperiksa secara maraton di hadapan Mahkamah Agama Yahudi dan di hadapan pemerintah Romawi dan tidak ditemukan pelanggaran apapun yang dibuat-Nya seperti yang dituduhkan kepada-Nya, namun pengaruh kekuatan politis orang Yahudi di wilayah kekuasaan Kekaisaran Romawi dengan perahu keagamaan yang radikal, berhasil menggiring pemerintah Romawi di Yerusalem kepada pemenuhan tuntutan mereka.

Pilatus, yang mewakili pemerintahan Romawi dalam penanganan kasus Yesus, mengakui bahwa Yesus tidak bersalah. Akan tetapi tekanan tuntutan yang begitu kuat dari pemimpin-pemimpin agama Yahudi dengan dukungan demonstrasi massa umat yang besar, membuat Pilatus tidak dapat untuk berlaku adil. Dengan mengambil air dan membasuh tangannya sebagai simbol pernyataan bahwa ia tidak bersalah dan tidak mau menanggung akibat dari putusan yang tidak benar itu, Pilatus pun memberikan ketetapan hukum atas Yesus seperti yang mereka inginkan, yaitu hukuman mati bagi Yesus dengan penyaliban (Matius 26:47-27:56; Markus 14:43-15:41; Lukas 22:47-23:49; Yohanes 18:1-19:42)

Dari gambaran singkat itu, sudah terlihat adanya kemiripan Kasus Yesus dan Kasus Ahok.

  1. Banyak Lawan Satu. Yesus. Ahok. Sama-sama seorang diri dilawan oleh banyak orang. Jadi, "banyak" melawan satu orang saja.
  2. Kasus Penistaan Agama. Sama kasus. Yesus dituduh menista agama Yahudi. Ahok dituduh menista agama Islam.
  3. Kekuasaan Pemimpin Agama. Ada pemimpin agama Yahudi:  ahli-ahli Taurat, imam-imam kepala, Imam Besar, tua-tua bangsa Yahudi. Ada pemimpin agama Islam: para ulama (MUI), Kyai, Habib, dll
  4. Massa Umat. Ada pengumpulan massa umat.
  5. Demonstrasi. Sama-sama didemo oleh massa demonstran yang besar.
  6. Menekan Pemerintah. Ada tekanan tuntutan ke pemerintah Romawi dari umat Yahudi. Ada tekanan tuntutan ke pemerintah Indonesia dari umat Islam.
  7. Hukum. Satu tuntutan yang sama, yakni hukum dia!!!
  8. Tuntutan Terpenuhi. Tuntutan proses hukum terpenuhi. Setidaknya sudah dimulai untuk Ahok dengan penetapan status tersangka atas dirinya. Apakah itu sama pula sebagai keberhasilan tekanan atau tidak, saya tidak tahu, yang penting kesamaan tuntutan untuk diproses secara hukum sudah terpenuhi. Perbedaannya:  putusan hukum atas Yesus telah terlaksana, sedangkan Ahok masih dalam proses perjalanan.
  9. Menghormati Hukum Negara. Yesus dan Ahok sama-sama taat hukum yang berlaku di tempat masing-masing. 
  10. Sebagai tambahan, ada kesamaan antara Ahok dan Pilatus. Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama saat ini adalah Gubernur Provinsi DKI Jakarta Republik Indonesia dan Pilatus saat itu adalah Gubernur Yudea Kekaisaran Romawi. Sama-sama Gubernur. Perbedaannya: satu mengadili, yang satunya diadili.
Seperti itu -- ??

SHALOM
HEP

Selasa, 15 November 2016

Pembalasan Tuhan (Ulangan 32:35a; Roma 12:19; Ibrani 10:30)

"Hak-Kulah dendam dan pembalasan." (Ulangan 32:35a).
"Janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." (Roma 12:19) 
"Sebab kita mengenal Dia yang berkata: "Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan." Dan lagi: "Tuhan akan menghakimi umat-Nya."  (Ibrani 10:30)

Apa itu pembalasan Tuhan? Pembalasan Tuhan adalah penggenapan hukum tabur tuai yang diberlakukan Tuhan atas ketidakadilan prilaku manusia dan ketidakadilan prilaku hukum dunia.
"Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." (Galatia 6:7) 
"Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya." (Wahyu 2:23)
Bukan Allah yang membuat orang yang berbuat jahat itu menerima akibat kejahatannya, tapi perbuatan jahat orang itu sendirilah yang membuat ia mengecap keadilan Tuhan itu.
"Mengapa orang hidup mengeluh? Biarlah setiap orang mengeluh tentang dosanya!" (Ratapan 3:39) 
"5:6 Karena bukan dari debu terbit bencana dan bukan dari tanah tumbuh kesusahan; 5:7 melainkan manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga api berjolak tinggi." (Ayub 5:6-7)

Sepintas, kata "Pembalasan Tuhan" seolah Ia jahat. TIDAK.
"Allah adalah kasih" (1 Yohanes 4:8). 
"Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!" (Wahyu 3:19)
Pembalasan Tuhan dengan konsekwensi tabur tuai adalah wujud kerja KASIH-Nya yang sempurna. Justru dalam penegakan keadilan-Nya, yang tidak memberi hak pembalasan kepada kita melainkan mengambil sepenuhnya hak itu menjadi milik-Nya, nyatalah penegakkan kasih-Nya atas ketidakadilan, atas segala perbuatan yang tak bertanggung jawab dan atas segala perkara yang tidak dipertanggungjawabkan. Tanpa pandang bulu Ia menegakkan keadilannya bagi ciptaan-Nya.

Ia menjadi harapan bagi yang tertindas, bagi yang diperlakukan sewenang-sewenang, bagi yang teraniaya, bagi yang tersakiti, bagi yang terluka, bagi yang menerima berbagai bentuk ketidakadilan dengan tak berdaya dan yang berdaya namun berserah kepada-Nya.
"Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!" (Yesaya 30:6)
Di sisi lain, ketika seseorang merasa tersakiti dan berteriak minta pembalasan Tuhan (keadilan Tuhan), pada saat yang sama orang yang menjerit harus juga INTROSPEKSI diri, sebab jangan-jangan apa yang dialami itu justru adalah kecapan buah rasa sakit yang pernah ditaburnya bagi orang lain. Itu masuk kategori "TEGURAN". Dan bila tidak seperti (mis. Daud yang ditindas oleh Saul, atau penderitaan beruntun yang dialami Ayub), itu masuk kategori "UJIAN". 

Satu catatan yang harus kita ketahui adalah, bahwa pembalasan Tuhan atas ketidakadilan yang kita terima hanya berlaku bila kita tidak mengambil hak Tuhan. Ketika seorang menampar pipimu dan engkaupun membalas tamparan itu, masih layakkah engkau meminta pembalasan Tuhan? Bukankah tanganmu sendiri telah mengambil hak itu? Bukankah engkau sudah membuat ia menuai apa yang ia tabur pada saat itu juga? dan adilkah bagi bagi orang yang sudah menerima pembalasan dari manusia, menerima lagi dari Tuhan?

Hak Tuhan tetaplah hak Tuhan, namun manusia seakan tak puas hingga hatinya terpuaskan, bahkan sekalipun hukum yang berlaku telah diterapkan, manusia tetap saja bisa tidak puas untuk melampiaskan pembalasan dengan tangannya sendiri, dengan caranya sendiri. Kebencian dan dendam di hati yang tak berpengampunan hanya mendatangkan penghakiman yang juga tidak berbelas kasihan atas diri kita sendiri.
"Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman." (Yakobus 2:13)
Karena pembalasan adalah hak-Nya, Yesus sama sekali tidak memberi hak kepada kita untuk melakukan pembalasan:
"38 Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. 39 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. 40 Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. 41 Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil." (Matius 5:38-41; lihat juga Lukas 6:29-36)
Juga tidak diberi hak untuk menghakimi:
1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2)
Yang ada justru kita harus mengasihi musuh, berdoa bagi  yang mencaci dan menganiaya, berbuat baik kepada orang yang membenci, bahkan meminta berkat bagi orang yang mengutuk (Matius 5:43-44; Lukas 6:27-28, 35).

Lalu dimanakah hak kita? "Hakku terjamin pada TUHAN." (Yesaya 49:4b). Seperti Ayub berkata: "Aku benar, tetapi Allah mengambil hakku." (Ayub 34:5), Daud berkata: "Sebab Engkau membela perkaraku dan hakku, sebagai Hakim yang adil Engkau duduk di atas takhta." (Mazmur 9:5). Pada Tuhanlah hak itu terjamin. Demikianlah  hak pembalasan itu diambil alih oleh Tuhan sebagai hak-Nya, yakni dengan menerapkan keadilan-Nya yang tepat bagi setiap orang sesuai dengan perbuatannya.

Akhirnya, tak ada yang salah pada Tuhan, kesalahan itu ada pada diri kita sendiri. Kita bisa lari dari keadilan dunia, tapi kita tidak bisa lari dari keadilan Allah.

God is Love.-- HEP

Senin, 14 November 2016

HARAM | Apa Kata Yesus Tentang Haram (Matius 15:10-20; Markus 7:14-22)


Matius 5:11 "Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang."

Markus 7:15 "Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." 

Tidak sedikit orang yang mengartikan perkataan Yesus ini secafa harfiah atau leksikal yakni hanya dengan melihat kata demi kata lalu mengartikan, bahwa 'haram' itu bila memakan sesuatu lalu memuntahkannya. Ini pemahaman yang keliru.

Petrus meminta Yesus menjelaskan perkataaan-Nya ini.
Maka jawab-Nya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya" (Markus 7:18) 
"Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban?" (Matius 15:17)
Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok bagi tubuh jasmani manusia. Dimakan, masuk ke perut, mengalami proses pencernaan dan penyerapan untuk keperluan tubuh lalu ampasnya dikeluarkan menjadi kotoran yang dibuang di jamban. Selesai.

Makanan tidak menajiskan manusia.
"Karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban." (Markus 7:19a)
Makanan tidak mengubah hati manusia, yang tadinya berhati baik, namun karena makan sesuatu jenis makanan, hatinya langsung menjadi hati yang tidak baik, atau sebaliknya, yang berhati tidak baik tiba-tiba menjadi berhati baik sebagai efek makanan yang dimakannya. Singkatnya, MAKANAN TIDAK MENGUBAH AKHLAK BUDI PEKERTI ORANG YANG MEMAKANNYA.

Apakah seorang yang tadinya hidup benar di hadapan Tuhan tiba-tiba menjadi brutal dan jahat  akibat ia makan makanan yang diharamkan? Apakah karena makanan manusia menjadi pencuri, pezinah, pembunuh? Apakah karena makanan manusia menjadi pencaci, pemfitnah, pembohong?

Sifat, karakter, tabiat buruk manusia tidak disebabkan oleh makanan apapun juga yang dikonsumsinya, bahkan tidak bersumber dari makanan yang diharamkan sekalipun! Yang dapat mengharamkan manusia adalah HATI MANUSIA ITU SENDIRI.
"18 Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. 19 Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. 20 Itulah yang menajiskan orang." (Matius 15:18-20a)
Yesus menegaskan bahwa keharaman tidak berasal dari luar diri manusia, tetapi bersumber dari HATI manusia. Hati manusia itu sendirilah yang dapat menajiskan dirinya ketika hatinya memproduksi pikiran, perkataan dan perbuatan yang najis di mata Allah.
20 Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, 21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, 22 perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. 23 Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:20-23)
Jadi bukan karena makanan.
"Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal." (Markus 7:19a)

Maka datanglah murid-murid-Nya dan berkata kepada-Nya:
"Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?" (Matius 15:12)
Pastilah akan jadi batu sandungan, karena umat Perjanjian Lama memiliki aturan tentang makanan haram (Imamat 11), dan kita tahu bahwa orang Farisi adalah orang-orang yang saleh dalam melaksanakan adat istiadat yang berlaku di dalam masyarakat Yahudi.

Pernyataan Yesus ini pada satu sisi meniadakan aturan makanan haram itu terhadap murid-murid-Nya dan di sisi lain menempelak kesalehan orang Farisi yang bersifat lahiriah belaka. Penampilan kesalehan  melaksanaan aturan-aturan agama secara lahiriah belaka bagaikan arak-arakan "Fashion Show" yang begitu indah dan mengaggumkan. Namun apa kata Yesus?
7 "Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: 8 Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 9 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:7-9)
Sadar atau tidak, demonstrasi kesalehan lahiriah yang mereka tampilkan dengan bangga sebagai proklamasi diri orang suci dan benar, justru membuktikan bahwa MEREKA SUDAH TIDAK MAKAN MAKANAN HARAM TETAPI ITU TIDAK MENGHASILKAN KEKUDUSAN MULUT MEREKA, PIKIRAN MEREKA, PERBUATAN MEREKA.

Allah memberikan aturan makanan haram bagi umat-Nya di masa sebelum Kristus (Imamat 11) untuk mendidik umat-Nya menjadi umat yang TAAT dan KUDUS.
"44 Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. 45 Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus." (Imamat 11:44-45)
TUJUAN ATURAN KEKUDUSAN ITU BUKAN PADA HEWAN YANG DIHARAMKAN ITU, TETAPI PADA ORANGNYA; PADA MANUSIANYA. Karena Allah adalah Kudus, maka umat-Nya pun harus kudus.

Itulah tujuan Allah dengan pengaturan tentang makanan haram ini, yakni lewat didikan hal makanan haram, umat-Nya menyadari bahwa Allah menginginkan ia kudus. Tapi sayang, yang dilihat dalam peraturan itu hanya HEWANNYA, bukan diri mereka sendiri. Mereka teliti dan cermat memeriksa kaharaman dan kekudusan makanan, sampai tidak punya waktu memeriksa keharaman dan kekudusan diri mereka sendiri. 

Peraturan Allah untuk mendidik umat-Nya hidup kudus lewat penetapan makanan haram ternyata tidak membuat mereka mengerti. Dibilang "hewan haram", mereka hanya lihat hewannya saja. Yesus pun berkata:
14 Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang." (Matius 15:14).

Hukum Hewan Haram itu dicabut Yesus dan tidak lagi berlaku bagi umat Perjanjian Baru, yakni orang yang percaya kepada Yesus:
13 "Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya." (Matius 15:13)
Di dalam Hukum Kasih, hal haram tidak lagi diarahkan kepada hewan, tetapi pada diri manusia itu sendiri, yakni langsung pada sasaran yang dimaksud oleh Allah, yaitu HATI. Bagaimana pikiran kita, bagaimana perkataan kita dan bagaimana perbuatan kita, semua bersumber dari hati. Hati yang tidak mengasihi Allah dan tidak mengasihi sesama manusia akan menghasilkan pikiran, perkataan dan perbuatan yang juga tidak mengasihi Allah dan tidak mengasihi sesama manusia.
"Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19)
Tidak ada kaitan apapun dengan makanan. Makanan tidak memproduksi kebencian. Hatilah yang memproduksi pikiran, perkataan dan perbuatan membenci. Makanan tidak memproduksi kesetiaan. Kesetiaan adalah karya hati. Makanan sama sekali tidak mengubah hidup orang menjadi saleh, karena kesalehan yang hakiki hanya mungkin berasal dari hati yang takut akan Allah.

Jadi yang harus kita jaga adalah hati kita. Karena hati kita inilah yang dapat menajiskan diri kita. Jauh sebelumnya hikmat ini sudah diguratkan oleh Salomo:
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Oleh Kristus kita dicelikkan dari kebutaan memahami maksud-Nya di masa sebelum Ia datang.

Akhirnya, tak ada makanan yang haram lagi bagi orang percaya.
"4 Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, 5 sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa." (1 Timotius 4:4-5)
Kalau toh ada makanan yang menjadi pantangan bukan karena itu haram, tetapi bisa karena alasan kesehatan.
"Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun." (1 Korintus 6:12)

Makanlah dengan menjaga hati. Makanlah dengan tidak membunuh, tidak mencuri, tidak mencaci maki, dan sebagainya. Kita tidak makan sekalipun, namun kita membunuh, mencuri, menipu, dsb, maka kita tidak ada bedanya dengan orang yang tidak mengenal Allah.
"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).

-- HEP

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India