Kamis, 03 Maret 2011

Susah Tidur | Humor Kristiani

Seorang pasien mengeluh susah tidur.
Dokter :  Ini ada tiga jenis pil yang Anda harus minum 1 pil sejam sebelum tidur.
               Anda pasti akan tidur dengan mimpi-mimpi yang indah.
Pasien :  Harus 1 pil ya, dok? Kalau aku minum 2 pil sekalian?
Dokter :  Anda akan bermimpi bertemu Luna Maya, Dewi Persik, dan Jupe.
Pasien :  Waow .... Kalau aku minum 3 pil ini sekalian, dok?
Dokter :  Anda akan langsung bertemu Abraham, Ishak dan Yakub!!!
Pasien :  ???!!!!

?|| PREVIOUS : Humor 1

Permintaan Terakhir | Humor Kristiani


Seorang pembunuh duduk di kursi listrik dan akan dieksekusi. 
"Apa kamu punya permintaan terakhir?�, tanya seorang pendeta.
"Ya," jawab si pembunuh. "Maukah bapak memegang tanganku?"

Ceria yuk!

Rabu, 02 Maret 2011

Cermin Diri | Yohanes 7:24a

Ini anjing atau singa?





"Anjing Mirip Singa Asal Dari Tibet"
From: InMyMystery; To: engglina's Inbox; 
Sumber:
http://zonapencarian.blogspot.com/2010/08/anjing-asal-tibet-yang-mirip-dengan.html 

Yohanes 7:24a
"Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak" 

Penampilan fisiknya saja serupa dengan singa,
tapi mereka adalah anjing.
Anjing-anjing ini tidak dengan sengaja berdandan serupa singa,
tetapi sudah demikianlah kondisi fisik
yang dikaruniakan Sang Khalik kepada mereka.

Demikian juga manusia.
Ada manusia yang secara fisik;
baik postur tubuhnya atau guratan wajahnya
terlihat seperti seorang yang jahat.
Tetapi sesungguhnya ia tidak sejahat tampilan fisiknya.


Nah, sekarang lihat gambar di bawah ini : 
 

Ini adalah seekor kucing.
Rupa fisiknya pun sesuai dengan umumnya binatang kucing.
Tetapi ketika ia bercermin,
ia melihat dirinya adalah seekor singa.

Ada manusia yang dari tampilan fisik tampak tidak berbahaya.
Hanya "seekor kucing".
Tapi ternyata ia tidak sejinak itu.
Ia sesungguhnya jauh lebih berbahaya dari seekor anjing.

Matius 23:28
Demikian jugalah kamu,
di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang,
tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.

Amsal 27:19
Seperti air mencerminkan wajah,
demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu.


Oleh sebab itu,
"Jangan memandang buku dari sampulnya"
karena,
 "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;
manusia melihat apa yang di depan mata,
tetapi TUHAN melihat hati."
(1 Sam 16:7)
  ------

?|| PREVIOUS : Mazmur 121:3b

Ilustrasi Kristiani | Pelajaran Tentang Kasih

Seperti biasa di hari Minggu yang kunantikan, berjalanlah aku menuju ke rumah-Nya. "Selamat pagi", demikian  jemaat saling menyapa di pelataran gedung gereja yang kian hari kian bertambah megah. Di sisi kanan pintu gereja, seorang bapak tua berbaju sungguh dekil berdiri menyandar ke tembok. Topi 'koboi' tua menutupi wajahnya. Celana panjang yang dikenakannya tampak sesak baginya. Sepatunya .... ah, biasalah .... ,  orang-orang serupa bapak ini ada di mana-mana. Mereka hanya orang-orang malas yang tidak mau berjuang keras untuk hidup. Kerja mereka hanya menanti belas kasihan orang. Berharap apa ia di sini? Pikiranku membedah hidup orang itu seiring langkah kakiku memasuki gedung gereja. Tak ada yang menyapa orang itu. Aku pun tidak.

Lonceng berbunyi. Kami serentak berdiri. Satu kidung pujian melantun di bibir kami dan ...... hei, bapak tua yang tadi berdiri di dekat pintu gereja itu berjalan masuk ke arah mimbar. Mau apa dia? Semua mata memandangnya. Ia naik ke mimbar, melepaskan topinya dan haahh???? Bapak Pendeta! Beliau adalah Pendeta Tua di gereja ini. Apa maksud beliau?

Kidung pujian telah berakhir. Semua diam terpaku bukan seperti biasanya, melainkan terpaku memandang beliau. Dan beliau pun berbicara, "Haruskah aku memakai jubah seorang Pendeta untuk membuktikan bahwa aku adalah seorang Pendeta? Tidak. Demikian pula, haruskah seseorang membuktikan kepada kita terlebih dahulu bahwa ia memang layak untuk dikasihani supaya kita dapat mengasihani dia? ... "

ilustrasi kristenSemula aku tidak mengerti dengan ucapan beliau ini. Tapi kini aku mengerti. Di kota kami ini banyak ditemui orang-orang serupa penampilan bapak Pendeta ketika itu. Entah benar atau tidak, banyak orang berkata bahwa mereka hanyalah para penipu. Mereka hanyalah orang-orang malas yang hanya ingin melanjutkan hidup dari hasil kerja orang lain (sedekah). Dan itu pikiranku pula. Pemikiran ini justru membuatku berhenti untuk perduli. Tanpa aku sadari, aku telah membuat suatu aturan untuk sebuah kasih, bahwa kasihku hanya akan berlaku terhadap orang yang dapat membuktikan bahwa ia layak menerima kasihku. Kasih menjadi rumit, memerlukan kajian dan pembuktian. Dan aku telah keliru. Kewajibanku kepada sesama adalah "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Mat 22:39). Hanya "mengasihi" bukan "menilai" orang yang harus aku kasih. 

Kini kasihku beroleh ruangnya dalam hidupku. Kota ini tetap dipenuhi dengan orang-orang dengan penampilan tak berpunya. Tapi kini aku tidak lagi memandang mereka seperti dulu aku pernah memandangnya. Kini mereka semua layak untuk aku kasihi. Mereka menipu atau tidak, mereka malas ataupun tidak, itu bukan bagianku. Itu bagian Tuhan. Bagianku adalah mengasihi mereka dengan kasih yang tulus. Tidak selalu aku memiliki sesuatu benda untuk aku berikan kepada mereka. Tetapi aku selalu punya kasih yang tidak lagi berbatas bagi mereka. Aku punya senyum untuk menghangatkan jiwa mereka. Aku punya salam "Selamat pagi/siang/malam" menyapa hari-hari hidup mereka. Aku punya tangan yang tak jijik menyentuh pundak mereka. Ah, tak pernah aku sebahagia ini. Ternyata, kasih membuatku berarti bagi orang lain. Terimakasih Tuhan.--**HEP**

Selasa, 01 Maret 2011

Pengampunan yang Dibatalkan | Matius 18:21-35

Perumpamaan Tentang Pengampunan


Matius 18:21-35

18:21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" 18:22 Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
18:23 Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 18:24 Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 18:25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 18:26 Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. 18:27 Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
18:28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! 18:29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 18:30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. 18:31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka.
18:32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. 18:33 Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 18:34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.
18:35 Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.

Pertanyaan Petrus ini menarik, "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku?", lalu ia lanjut, "Sampai 7 kali?". (21) Lumayan juga batas toleransi yang dipatok oleh Petrus, 7 kali, dibandingkan dengan yang umumnya kita tetapkan. Berapa itu?  3 kali. Cukup 3 kali! Setelah itu? Tiada maaf bagimu! Tetapi Yesus menyampaikan yang seharusnya: "70 x 7 kali" (22). Waow! Banyak kali ...

Orang Yahudi memandang angka 7 adalah angka yang menunjuk kepada kesempurnaan. Lihat saja bagaimana Alkitab diwarnai dengan banyak angka ini a.l : Kej 2:2-3; 29:18; 31:41; 41:29-30; Im 26:17, 28; Yos 6:3; Mzm 90:10; Ams 6:31; Dan 6:31, Wahyu, dll. Petrus pun di sini menggunakan angka 7, yakni jumlah yang dipandangnya sudah sempurna untuk tindakan mengampuni. Lalu Yesus juga menggunakan angka 7 itu sebagaimana yang diajukan oleh Petrus, tetapi yang sudah sempurna itu jangan hanya 1 x. Mengampuni itu harus secara total, "dengan segenap hatimu" (35). Tidak setengah hati. Dan itu tidak berbatas. 70 itu sepuluh kali tujuh: penuh. Jadi pengampunan yang sepenuh hati itu selalu dan selalu harus kita lepaskan bagi orang yang bersalah kepada kita. Tidak boleh ada yang tidak kita ampuni. Kalau 10 orang yang bersalah kepada kita, maka 10 orang itu harus diampuni (genap, full). 10 kali ia bersalah, 10 kali pula kita mengampuni dia (genap, full). Lalu Yesus menegaskan melalui perumpamaan-Nya bahwa ini adalah suatu keharusan. Mengapa harus?

Harus, karena kita pun sudah diampuni Bapa oleh pengorbanan Yesus di kayu salib. Kita (Hamba I) sudah diampuni oleh Bapa (Raja). Maka kita wajib mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita (Hamba II).  Dosa kita di hadapan Allah amat besar (10.000 talenta - ay 24) dari pada kesalahan orang lain kepada kita.

1 Talenta = kl. 6000 Dinar
1000 Talenta = kl. 60.000.000 Dinar (60 juta Dinar)
1 Dinar = kl. Rp. 750,-
60 juta Dinar (= 1000 Talenta) = kl. Rp. 45.000.000.000 (Rp. 45 Miliar)
Utang (dosa) Hamba I sebesar Rp. 45 M ini diampuni oleh Raja. Ia dibebaskan dari hukuman yang seharusnya ia jalani kalau ia tidak diampuni. Namun kita yang sudah diampuni sedemikian besarnya oleh Allah kemudian tidak mau mengampuni kesalahan orang lain terhadap kita (100 Dinar - ay 28).
1 Dinar = kl. Rp. 750,-
100 Dinar = Rp. 75.000,-
Lihat perbandingan yang dibuat Yesus untuk menggambarkan betapa besarnya dosa kita dibandingkan dengan kesalahan orang lain terhadap kita (Rp 45 M Vs Rp. 75.000). Kesalahan sesama manusia kepada kita dengan ukuran ini adalah 600.000 (enam ratus ribu) kali lebih kecil dari dosa kita sendiri  dan itu berkenan diampuni oleh Allah. Atau kalau dihitung dengan ukuran berat (1 Talenta = 3000 Syikal = kl 34 kg), maka berat dosa kita adalah 340 Ton dan berat kesalahan orang lain kepada kita hanya  0, 57 kg. Maka adalah tepat bagi sang Raja untuk membatalkan pengampunan yang sebelumnya telah diberikannya dengan cuma-cuma. 

Sebagai orang-orang yang sudah menerima pengampunan karena kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus Tuhan kita, maka kepada kita Yesus tegaskan bahwa pengampunan itu hanya akan berlaku tetap bagi orang yang juga mau mengampuni orang lain yang bersalah kepadanya. Jika tidak? Jika tidak:

"Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (35)
Sebagaimana pengampunan Raja kepada Hamba I dibatalkan (hamba yang tidak mau mengampuni), maka pengampunan yang sudah diberikan TUHAN Allah kepada kita pun akan dibatalkan apabila kita tidak mau mengampuni sesama kita yang bersalah kepada kita. Yang tadinya,  oleh karena pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib kita menjadi tidak harus dipenjara karena dosa-dosa kita, namun karena kita tidak mau mengampuni orang lain, maka pengampunan Allah itu dibatalkan bagi kita dan kita harus menjalani hukuman yang memang seharusnya kita jalani.
Matius 6: 14-15 --- (14) Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. (15) Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga TIDAK AKAN mengampuni kesalahanmu."
Oleh karena itu Yesus mengajarkan kita berdoa:
Matius 6:12 Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, SEPERTI KAMI JUGA mengampuni orang yang bersalah kepada kami.
"Seperti kami juga" berarti ampuni dulu sesamamu baru minta diampuni. Dengan perkataan lain, AMPUNI DULU SESASAMU BARU BERHAK MENERIMA PENGAMPUNAN. 

Diampuni dan mengampuni bagaikan 2 sisi mata uang = 1 paket = 1 nilai. Sisi yang satu "diampuni oleh Allah", sisi yang lain "mengampuni orang lain". Jika hanya 1 sisi saja, tidak berarti apa-apa. Jadi walau percaya kepada Yesus dan beroleh pengampunan Allah, namun tidak mengampuni orang lain itu = tidak diampuni. Begitu juga sebaliknya, meskipun kita sudah mengampuni orang lain namun kita tidak percaya kepada Yesus Kristus, maka itu juga = tidak diampuni, sebab hanya oleh Kristuslah pengampunan itu menjadi berlaku bagi manusia. Tanpa Salib tidak ada Kebangkitan. Tanpa Penebusan Dosa, tidak ada Pengampunan. Tanpa Pengampunan, tidak ada Keselamatan. Maka tanpa Kristus, tidak ada Keselamatan (Kis 4:12).


Keras ya? Ya,
1 Korintus 6:20a Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar.
Salib Yesus Kristus bukan kerja sederhana, bukan perkara murahan. Pengampunan Allah tidak dapat dibeli dengan emas dan perak, dan tidak dapat ditebus dengan barang fana, tetapi dengan DARAH YANG MAHAL! Darah Anak Domba Allah. Darah Anak Allah itu sendiri.
1 Petrus 1:18-19 --- (18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. 
Oleh sebab itu, jangan keraskan hatimu. Lepaskan pengampunan bagi dia atau mereka yang melukai hatimu. Percayalah, Tuhan tahu sakit hatimu. Tuhan tahu kebenaranmu. Dan Tuhan pun tahu apa yang harus Ia lakukan untukmu. Nantikanlah Dia. Tugas kita hanyalah "MENGAMPUNI", selebihnya biarkan Ia menyelesaikan segala sesuatunya bagi kita. Ingatlah bahwa pengampunan hanya layak diterima oleh orang-orang yang juga mau mengampuni. Bila kita tidak mau mengampuni, maka pengampunan bagi kita pun DIBATALKAN !!!  Ach! Masakan karena dia/mereka kita kehilangan keselamatan kita sendiri?! --**HEP**

Penjaga | Mazmur 121:3b

Kartu Firman Tuhan | 24


mazmur 121 3b
Kartu Firman Tuhan 24 | Mazmur 121:3b
**HEP**

?|| PREVIOUS : Hakim-hakim 4:21e

Sampul Syukur untuk Warta Jemaat?

Matius 6:1-4
6:1 "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. 6:2 Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka SUDAH mendapat upahnya. 6:3 Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. 6:4 Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
Suatu ketika seorang teman bercakap-cakap dengan saya. Dalam percakapan itu ia mengajukan pertanyaan ini: Apa yang paling ditunggu oleh mereka yang memberikan persembahan khusus pada Ibadat Hari Minggu selain pemberitaan firman Tuhan? Hanya sesaat, ia sendiri menjawab: "Warta Jemaat." Warta Jemaat? Iya, Warta Jemaat. Entah ditempatkan di awal ibadat, sesudah Doa Syukur, atau di akhir ibadat, Warta Jemaat adalah bagian dari liturgi ibadat yang membuat aliran darah orang yang menantikannya bergejolak. Bukankah semua anggota jemaat menantikannya? Iya, semua menantikannya. Tetapi yang paling menantikan Warta Jemaat adalah mereka yang pada Ibadat Minggu itu memasukkan Sampul-Sampul Syukur, entah Sampul Syukur Hari Ulang Tahun Kelahiran/Perkawinan, Sampul Syukur Untuk Pembangunan Gereja, Perpuluhan, dll. Maksudnya?

Ia melanjutkan. Sekarang perhatikan, ada hal yang ganjil bahwa ada lebih banyak orang yang tidak memasukkan Sampul-Sampul Syukur ke dalam pundi/kotak persembahan dari pada yang memasukkannya ke situ. Padahal yang namanya persembahan punya tempatnya untuk dimasukkan. Akan tetapi hanya persembahan biasa saja (tanpa sampul) yang umumnya dimasukkan ke pundi/kotak persembahan, sedangkan yang bersampul tidak masuk ke kotak/pundi persembahan. Loh, ke mana? Diserahkan langsung ke majelis jemaat entah sebelum ibadat atau dalam ibadat, bahkan ada yang berjalan menuju kotak persembahan mampir ke kursi majelis, menyerahkan persembahan bersampulnya ke tangan majelis, lalu menuju ke kotak, memasukkan persembahan yang tak bersampul ke dalam kotak. Ganjil bukan? Yang tidak bersampul masuk kotak, yang bersampul ke tangan majelis. Untuk apa diserahkan ke tangan majelis? Ya untuk 'Warta Jemaat'.


Untuk Warta Jemaat? Bukannya dengan maksud untuk didoakan secara khusus? Kalau mau didoakan secara khusus, pokok doa yang dimaksud sudah ditulis lalu diserahkan kepada penatua untuk dilanjutkan kepada pemimpin ibadat saat itu agar didoakan secara khusus. Sedangkan sampulnya tetap saja masukkan ke kotak/pundi persembahan. Iya kan? Sekali lagi, jika tujuannya murni hanya untuk didoakan, maka sampulnya tetap masuk kotak/pundi persembahan, dan catatan doanya yang diserahkan ke majelis jemaat. Sebaliknya, jika Sampul Syukur itu diserahkan untuk keperluan Warta Jemaat, maka secara tegas itu tidak murni hanya untuk didoakan, sebab bila itu masuk ke Warta Jemaat maka disitu ada unsur PEWARTAAN, yakni untuk diwartakan kepada seluruh anggota jemaat yang hadir pada saat itu.


Alasan umum: yah itu 'kan salah satu bentuk keterbukaan akan keuangan gereja. Loh, itu 'kan ada ruangnya sendiri? Bahkan setiap minggu adalah lembaran 'Warta Sepekan'. Di situ dimuat semua catatan pemasukan dan pengeluaran keuangan jemaat dalam seminggu, termasuk sampul-sampul syukur yang masuk di ibadat minggu sebelumnya. Alasan lain: sebagai motivasi dan teladan bagi jemaat. Ok, kalau bicara motivasi dan teladan, harusnya yang seutuhnya. Seutuhnya? Iya, motivasi dan teladan bukan hanya dalam bentuk  bukti memberi, tetapi harus juga sejalan dengan motivasi dan teladan BAGAIMANA MEMBERI yang selayaknya kita lakukan. Sudah seperti itukah cara yang tepat untuk memberi kepada Tuhan? Kalau tujuannya murni, masukkan saja ke pundi/kotak. Selebihnya tanggung jawab para pemegang dan pengelola keuangan gereja untuk memberikan pertanggungjawaban secara terbuka. Tetapi pada saat kita memberi, yang kita tahu adalah itu untuk Tuhan. Maka biar Tuhan saja yang mengetahuinya. Toh kalau orang yang memberi itu menginginkan kejelasan apakah sampulnya telah masuk dalam catatan administrasi keuangan gereja, maka ia tinggal menunggu lembaran Warta Sepekan di minggu berikutnya. Baca saja di situ. Jika ada kekeliruan, sampaikan kepada pihak yang bertanggungjawab untuk itu agar dikoreksi dan disampaikan kembali di lembaran Warta Sepekan berikutnya.


Sebaliknya, bila pada saat ia memberi, sampul itu tidak dimasukkan ke kotak/pundi persembahan melainkan diserahkan kepada majelis jemaat dengan maksud untuk diWartaJemaatkan, maka jelas ada ketidakmurnian dalam memberi persembahan tersebut. Sebab tujuannya adalah untuk diwartakan. Ini menjadi semakin jelas dengan adanya orang-orang yang marah karena Sampul yang sudah penuh semangat diserahkan ke tangan majelis jemaat itu tidak terbacakan meskipun itu tidak dengan sengaja dilakukan. Jelas bukan bahwa tujuannya adalah untuk diwartakan? Maka Warta Jemaat pun menjadi saat-saat yang begitu dinantikan. Apalagi jika jumlah rupiahnya terbilang besar, terlebih lagi jika itu di atas rata-rata nilai rupiah isi dari sampul-sampul yang masuk ke kas jemaat. Waow, aliran darah mengalir deras menantikan nama dan jumlah rupiah yang mampu diberikannya. Ada rasa bangga, dan mulai memikirkan pandangan orang karena pemberiannya itu. Ada proklamasi kemampuan ekonomi. Ini saya, ini kami (keluarga). Maka disadari atau tidak unsur "supaya dipuji orang" cenderung memiliki ruang pada setiap persembahan yang diwartakan itu.


Memang, kita harus mengoreksi cara kita memberi -- di sini kita fokus ke hal memberi persembahan di ibadah jemaat. Saya pikir, pengertian akan hal ini bukan hanya untuk anggota jemaat saja, tetapi justru penting diperhatikan oleh para pemimpin gereja. Upaya untuk meningkatkan pundi-pundi keuangan gereja adalah satu kerja gereja yang begitu kuat mengesan dalam kehidupan gereja saat ini. Salah satunya adalah dengan memberi ruang bagi anggota jemaat untuk memproklamirkan persembahannya. Ini kesempatan yang menggiurkan bagi pujian dan tempat yang tepat bagi kebanggaan bahkan keangkuhan hati. Tanpa disadari oleh jemaat bahwa cara ini justru menggiring jemaat kepada kecenderungan untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Bila itu ada, pada saat itu juga nilai persembahan seseorang dihadapan Tuhan adalah NOL. Tidak ada upah dari Tuhan karena pemberiannya itu. Karena ia telah menerima upahnya pada saat itu juga, yakni PUJIAN itu sendiri.


Karena itu, jika Anda adalah anggota jemaat yang beribadat di gereja yang memberlakukan metode seperti ini, maka Anda tidak harus melakukannya dengan cara mereka. Masukkanlah Sampul-Sampul Syukur Anda ke tempat persembahan yang sesungguhnya, entah kotak/pundi persembahan. Arahkan hati Anda sepenuhnya kepada Tuhan, bahwa kepada-Nyalah syukur itu Anda tujukan tanpa harus orang lain menilai persembahan itu sendiri. Dengan ini Anda melatih diri Anda untuk memberikan persembahan dengan cara yang berkenan kepada Tuhan. Ingatlah yang kita cari dari setiap persembahan adalah kiranya Tuhan berkenan menerimanya. Maka berikanlah persembahan seperti yang dikehendaki oleh-Nya, yakni jika itu untuk Dia, maka biarlah hanya Ia yang tahu. Jangan biarkan pujian manusia membatalkan upah yang seharusnya Anda terima dari Tuhan karena persembahan yang Anda berikan kepada-Nya.

Akhirnya, jika selama ini kita melakukan praktek ini, sekarang kita mengetahui mana di antara persembahan dalam hal ini berkenan kepada Tuhan. Kalau sudah 100 Sampul kita masukan, dan ada 65 sampul yang kita berikan dengan suatu perasaan bangga karena membayangkan pikiran orang lain tentang kita (pujian), maka itu berarti hanya 45 dari persembahan itu yang berkenan kepada Tuhan dan mengalirkan upah-Nya bagi kita. Bagaimana dengan yang 65 Sampul itu? Kita sudah menerima upahnya, yakni pujian itu sendiri. *** [HEP]


SHALOM
GOD BLESS YOU

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India