Matius 6:1-46:1 "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. 6:2 Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka SUDAH mendapat upahnya. 6:3 Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. 6:4 Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
Suatu ketika seorang teman bercakap-cakap dengan saya. Dalam percakapan itu ia mengajukan pertanyaan ini: Apa yang paling ditunggu oleh mereka yang memberikan persembahan khusus pada Ibadat Hari Minggu selain pemberitaan firman Tuhan? Hanya sesaat, ia sendiri menjawab: "Warta Jemaat." Warta Jemaat? Iya, Warta Jemaat. Entah ditempatkan di awal ibadat, sesudah Doa Syukur, atau di akhir ibadat, Warta Jemaat adalah bagian dari liturgi ibadat yang membuat aliran darah orang yang menantikannya bergejolak. Bukankah semua anggota jemaat menantikannya? Iya, semua menantikannya. Tetapi yang paling menantikan Warta Jemaat adalah mereka yang pada Ibadat Minggu itu memasukkan Sampul-Sampul Syukur, entah Sampul Syukur Hari Ulang Tahun Kelahiran/Perkawinan, Sampul Syukur Untuk Pembangunan Gereja, Perpuluhan, dll. Maksudnya?
Ia melanjutkan. Sekarang perhatikan, ada hal yang ganjil bahwa ada lebih banyak orang yang tidak memasukkan Sampul-Sampul Syukur ke dalam pundi/kotak persembahan dari pada yang memasukkannya ke situ. Padahal yang namanya persembahan punya tempatnya untuk dimasukkan. Akan tetapi hanya persembahan biasa saja (tanpa sampul) yang umumnya dimasukkan ke pundi/kotak persembahan, sedangkan yang bersampul tidak masuk ke kotak/pundi persembahan. Loh, ke mana? Diserahkan langsung ke majelis jemaat entah sebelum ibadat atau dalam ibadat, bahkan ada yang berjalan menuju kotak persembahan mampir ke kursi majelis, menyerahkan persembahan bersampulnya ke tangan majelis, lalu menuju ke kotak, memasukkan persembahan yang tak bersampul ke dalam kotak. Ganjil bukan? Yang tidak bersampul masuk kotak, yang bersampul ke tangan majelis. Untuk apa diserahkan ke tangan majelis? Ya untuk 'Warta Jemaat'.
Untuk Warta Jemaat? Bukannya dengan maksud untuk didoakan secara khusus? Kalau mau didoakan secara khusus, pokok doa yang dimaksud sudah ditulis lalu diserahkan kepada penatua untuk dilanjutkan kepada pemimpin ibadat saat itu agar didoakan secara khusus. Sedangkan sampulnya tetap saja masukkan ke kotak/pundi persembahan. Iya kan? Sekali lagi, jika tujuannya murni hanya untuk didoakan, maka sampulnya tetap masuk kotak/pundi persembahan, dan catatan doanya yang diserahkan ke majelis jemaat. Sebaliknya, jika Sampul Syukur itu diserahkan untuk keperluan Warta Jemaat, maka secara tegas itu tidak murni hanya untuk didoakan, sebab bila itu masuk ke Warta Jemaat maka disitu ada unsur PEWARTAAN, yakni untuk diwartakan kepada seluruh anggota jemaat yang hadir pada saat itu.
Alasan umum: yah itu 'kan salah satu bentuk keterbukaan akan keuangan gereja. Loh, itu 'kan ada ruangnya sendiri? Bahkan setiap minggu adalah lembaran 'Warta Sepekan'. Di situ dimuat semua catatan pemasukan dan pengeluaran keuangan jemaat dalam seminggu, termasuk sampul-sampul syukur yang masuk di ibadat minggu sebelumnya. Alasan lain: sebagai motivasi dan teladan bagi jemaat. Ok, kalau bicara motivasi dan teladan, harusnya yang seutuhnya. Seutuhnya? Iya, motivasi dan teladan bukan hanya dalam bentuk bukti memberi, tetapi harus juga sejalan dengan motivasi dan teladan BAGAIMANA MEMBERI yang selayaknya kita lakukan. Sudah seperti itukah cara yang tepat untuk memberi kepada Tuhan? Kalau tujuannya murni, masukkan saja ke pundi/kotak. Selebihnya tanggung jawab para pemegang dan pengelola keuangan gereja untuk memberikan pertanggungjawaban secara terbuka. Tetapi pada saat kita memberi, yang kita tahu adalah itu untuk Tuhan. Maka biar Tuhan saja yang mengetahuinya. Toh kalau orang yang memberi itu menginginkan kejelasan apakah sampulnya telah masuk dalam catatan administrasi keuangan gereja, maka ia tinggal menunggu lembaran Warta Sepekan di minggu berikutnya. Baca saja di situ. Jika ada kekeliruan, sampaikan kepada pihak yang bertanggungjawab untuk itu agar dikoreksi dan disampaikan kembali di lembaran Warta Sepekan berikutnya.
Sebaliknya, bila pada saat ia memberi, sampul itu tidak dimasukkan ke kotak/pundi persembahan melainkan diserahkan kepada majelis jemaat dengan maksud untuk diWartaJemaatkan, maka jelas ada ketidakmurnian dalam memberi persembahan tersebut. Sebab tujuannya adalah untuk diwartakan. Ini menjadi semakin jelas dengan adanya orang-orang yang marah karena Sampul yang sudah penuh semangat diserahkan ke tangan majelis jemaat itu tidak terbacakan meskipun itu tidak dengan sengaja dilakukan. Jelas bukan bahwa tujuannya adalah untuk diwartakan? Maka Warta Jemaat pun menjadi saat-saat yang begitu dinantikan. Apalagi jika jumlah rupiahnya terbilang besar, terlebih lagi jika itu di atas rata-rata nilai rupiah isi dari sampul-sampul yang masuk ke kas jemaat. Waow, aliran darah mengalir deras menantikan nama dan jumlah rupiah yang mampu diberikannya. Ada rasa bangga, dan mulai memikirkan pandangan orang karena pemberiannya itu. Ada proklamasi kemampuan ekonomi. Ini saya, ini kami (keluarga). Maka disadari atau tidak unsur "supaya dipuji orang" cenderung memiliki ruang pada setiap persembahan yang diwartakan itu.
Memang, kita harus mengoreksi cara kita memberi -- di sini kita fokus ke hal memberi persembahan di ibadah jemaat. Saya pikir, pengertian akan hal ini bukan hanya untuk anggota jemaat saja, tetapi justru penting diperhatikan oleh para pemimpin gereja. Upaya untuk meningkatkan pundi-pundi keuangan gereja adalah satu kerja gereja yang begitu kuat mengesan dalam kehidupan gereja saat ini. Salah satunya adalah dengan memberi ruang bagi anggota jemaat untuk memproklamirkan persembahannya. Ini kesempatan yang menggiurkan bagi pujian dan tempat yang tepat bagi kebanggaan bahkan keangkuhan hati. Tanpa disadari oleh jemaat bahwa cara ini justru menggiring jemaat kepada kecenderungan untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Bila itu ada, pada saat itu juga nilai persembahan seseorang dihadapan Tuhan adalah NOL. Tidak ada upah dari Tuhan karena pemberiannya itu. Karena ia telah menerima upahnya pada saat itu juga, yakni PUJIAN itu sendiri.
Karena itu, jika Anda adalah anggota jemaat yang beribadat di gereja yang memberlakukan metode seperti ini, maka Anda tidak harus melakukannya dengan cara mereka. Masukkanlah Sampul-Sampul Syukur Anda ke tempat persembahan yang sesungguhnya, entah kotak/pundi persembahan. Arahkan hati Anda sepenuhnya kepada Tuhan, bahwa kepada-Nyalah syukur itu Anda tujukan tanpa harus orang lain menilai persembahan itu sendiri. Dengan ini Anda melatih diri Anda untuk memberikan persembahan dengan cara yang berkenan kepada Tuhan. Ingatlah yang kita cari dari setiap persembahan adalah kiranya Tuhan berkenan menerimanya. Maka berikanlah persembahan seperti yang dikehendaki oleh-Nya, yakni jika itu untuk Dia, maka biarlah hanya Ia yang tahu. Jangan biarkan pujian manusia membatalkan upah yang seharusnya Anda terima dari Tuhan karena persembahan yang Anda berikan kepada-Nya.
Akhirnya, jika selama ini kita melakukan praktek ini, sekarang kita mengetahui mana di antara persembahan dalam hal ini berkenan kepada Tuhan. Kalau sudah 100 Sampul kita masukan, dan ada 65 sampul yang kita berikan dengan suatu perasaan bangga karena membayangkan pikiran orang lain tentang kita (pujian), maka itu berarti hanya 45 dari persembahan itu yang berkenan kepada Tuhan dan mengalirkan upah-Nya bagi kita. Bagaimana dengan yang 65 Sampul itu? Kita sudah menerima upahnya, yakni pujian itu sendiri. *** [HEP]
Ia melanjutkan. Sekarang perhatikan, ada hal yang ganjil bahwa ada lebih banyak orang yang tidak memasukkan Sampul-Sampul Syukur ke dalam pundi/kotak persembahan dari pada yang memasukkannya ke situ. Padahal yang namanya persembahan punya tempatnya untuk dimasukkan. Akan tetapi hanya persembahan biasa saja (tanpa sampul) yang umumnya dimasukkan ke pundi/kotak persembahan, sedangkan yang bersampul tidak masuk ke kotak/pundi persembahan. Loh, ke mana? Diserahkan langsung ke majelis jemaat entah sebelum ibadat atau dalam ibadat, bahkan ada yang berjalan menuju kotak persembahan mampir ke kursi majelis, menyerahkan persembahan bersampulnya ke tangan majelis, lalu menuju ke kotak, memasukkan persembahan yang tak bersampul ke dalam kotak. Ganjil bukan? Yang tidak bersampul masuk kotak, yang bersampul ke tangan majelis. Untuk apa diserahkan ke tangan majelis? Ya untuk 'Warta Jemaat'.
Untuk Warta Jemaat? Bukannya dengan maksud untuk didoakan secara khusus? Kalau mau didoakan secara khusus, pokok doa yang dimaksud sudah ditulis lalu diserahkan kepada penatua untuk dilanjutkan kepada pemimpin ibadat saat itu agar didoakan secara khusus. Sedangkan sampulnya tetap saja masukkan ke kotak/pundi persembahan. Iya kan? Sekali lagi, jika tujuannya murni hanya untuk didoakan, maka sampulnya tetap masuk kotak/pundi persembahan, dan catatan doanya yang diserahkan ke majelis jemaat. Sebaliknya, jika Sampul Syukur itu diserahkan untuk keperluan Warta Jemaat, maka secara tegas itu tidak murni hanya untuk didoakan, sebab bila itu masuk ke Warta Jemaat maka disitu ada unsur PEWARTAAN, yakni untuk diwartakan kepada seluruh anggota jemaat yang hadir pada saat itu.
Alasan umum: yah itu 'kan salah satu bentuk keterbukaan akan keuangan gereja. Loh, itu 'kan ada ruangnya sendiri? Bahkan setiap minggu adalah lembaran 'Warta Sepekan'. Di situ dimuat semua catatan pemasukan dan pengeluaran keuangan jemaat dalam seminggu, termasuk sampul-sampul syukur yang masuk di ibadat minggu sebelumnya. Alasan lain: sebagai motivasi dan teladan bagi jemaat. Ok, kalau bicara motivasi dan teladan, harusnya yang seutuhnya. Seutuhnya? Iya, motivasi dan teladan bukan hanya dalam bentuk bukti memberi, tetapi harus juga sejalan dengan motivasi dan teladan BAGAIMANA MEMBERI yang selayaknya kita lakukan. Sudah seperti itukah cara yang tepat untuk memberi kepada Tuhan? Kalau tujuannya murni, masukkan saja ke pundi/kotak. Selebihnya tanggung jawab para pemegang dan pengelola keuangan gereja untuk memberikan pertanggungjawaban secara terbuka. Tetapi pada saat kita memberi, yang kita tahu adalah itu untuk Tuhan. Maka biar Tuhan saja yang mengetahuinya. Toh kalau orang yang memberi itu menginginkan kejelasan apakah sampulnya telah masuk dalam catatan administrasi keuangan gereja, maka ia tinggal menunggu lembaran Warta Sepekan di minggu berikutnya. Baca saja di situ. Jika ada kekeliruan, sampaikan kepada pihak yang bertanggungjawab untuk itu agar dikoreksi dan disampaikan kembali di lembaran Warta Sepekan berikutnya.
Sebaliknya, bila pada saat ia memberi, sampul itu tidak dimasukkan ke kotak/pundi persembahan melainkan diserahkan kepada majelis jemaat dengan maksud untuk diWartaJemaatkan, maka jelas ada ketidakmurnian dalam memberi persembahan tersebut. Sebab tujuannya adalah untuk diwartakan. Ini menjadi semakin jelas dengan adanya orang-orang yang marah karena Sampul yang sudah penuh semangat diserahkan ke tangan majelis jemaat itu tidak terbacakan meskipun itu tidak dengan sengaja dilakukan. Jelas bukan bahwa tujuannya adalah untuk diwartakan? Maka Warta Jemaat pun menjadi saat-saat yang begitu dinantikan. Apalagi jika jumlah rupiahnya terbilang besar, terlebih lagi jika itu di atas rata-rata nilai rupiah isi dari sampul-sampul yang masuk ke kas jemaat. Waow, aliran darah mengalir deras menantikan nama dan jumlah rupiah yang mampu diberikannya. Ada rasa bangga, dan mulai memikirkan pandangan orang karena pemberiannya itu. Ada proklamasi kemampuan ekonomi. Ini saya, ini kami (keluarga). Maka disadari atau tidak unsur "supaya dipuji orang" cenderung memiliki ruang pada setiap persembahan yang diwartakan itu.
Memang, kita harus mengoreksi cara kita memberi -- di sini kita fokus ke hal memberi persembahan di ibadah jemaat. Saya pikir, pengertian akan hal ini bukan hanya untuk anggota jemaat saja, tetapi justru penting diperhatikan oleh para pemimpin gereja. Upaya untuk meningkatkan pundi-pundi keuangan gereja adalah satu kerja gereja yang begitu kuat mengesan dalam kehidupan gereja saat ini. Salah satunya adalah dengan memberi ruang bagi anggota jemaat untuk memproklamirkan persembahannya. Ini kesempatan yang menggiurkan bagi pujian dan tempat yang tepat bagi kebanggaan bahkan keangkuhan hati. Tanpa disadari oleh jemaat bahwa cara ini justru menggiring jemaat kepada kecenderungan untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Bila itu ada, pada saat itu juga nilai persembahan seseorang dihadapan Tuhan adalah NOL. Tidak ada upah dari Tuhan karena pemberiannya itu. Karena ia telah menerima upahnya pada saat itu juga, yakni PUJIAN itu sendiri.
Karena itu, jika Anda adalah anggota jemaat yang beribadat di gereja yang memberlakukan metode seperti ini, maka Anda tidak harus melakukannya dengan cara mereka. Masukkanlah Sampul-Sampul Syukur Anda ke tempat persembahan yang sesungguhnya, entah kotak/pundi persembahan. Arahkan hati Anda sepenuhnya kepada Tuhan, bahwa kepada-Nyalah syukur itu Anda tujukan tanpa harus orang lain menilai persembahan itu sendiri. Dengan ini Anda melatih diri Anda untuk memberikan persembahan dengan cara yang berkenan kepada Tuhan. Ingatlah yang kita cari dari setiap persembahan adalah kiranya Tuhan berkenan menerimanya. Maka berikanlah persembahan seperti yang dikehendaki oleh-Nya, yakni jika itu untuk Dia, maka biarlah hanya Ia yang tahu. Jangan biarkan pujian manusia membatalkan upah yang seharusnya Anda terima dari Tuhan karena persembahan yang Anda berikan kepada-Nya.
Akhirnya, jika selama ini kita melakukan praktek ini, sekarang kita mengetahui mana di antara persembahan dalam hal ini berkenan kepada Tuhan. Kalau sudah 100 Sampul kita masukan, dan ada 65 sampul yang kita berikan dengan suatu perasaan bangga karena membayangkan pikiran orang lain tentang kita (pujian), maka itu berarti hanya 45 dari persembahan itu yang berkenan kepada Tuhan dan mengalirkan upah-Nya bagi kita. Bagaimana dengan yang 65 Sampul itu? Kita sudah menerima upahnya, yakni pujian itu sendiri. *** [HEP]
SHALOM | GOD BLESS YOU |
0 komentar:
Posting Komentar