Minggu, 06 Februari 2011

Orang Kaya yang Bodoh | Lukas 12:13-21 | 2

Orang Kaya Yang Bodoh Halaman 2

Perumpamaan 'Orang Kaya yang Bodoh'

Mari kita mulai mengejar pengertian tentang ketamakan dengan memperhatikan perumpamaan Tuhan Yesus tentang hal ini (ayat 16-19).
Ada seorang kaya, yang sudah kaya lagi beroleh hasil panen gandum yang berlimpah-limpah dari tanah pertaniannya (16). Sejurus orang kaya itu bertanya pada dirinya sendiri: �Apakah yang harus aku perbuat �.?" (17), maksudnya: apa yang ia harus lakukan dengan gandum-gandum itu sebab tidak ada lagi tempat untuk menyimpannya. Ia sudah punya �lumbung-lumbung� (18), jamak, berarti jumlah lumbung (tempat menyimpan hasil panen pertanian) yang ia punya sudah lebih dari satu. Lumbung yang sudah banyak itu ternyata tidak cukup untuk menyimpan hasil panen yang baru dan melimpah ruah itu. �Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat ��. Ia mulai merencanakan untuk merombak semua lumbung yang sudah ada serta membangun lumbung-lumbung yang baru dengan ukuran yang lebih besar  supaya bukan saja  semua gandumnya tersimpan di situ tetapi juga segala harta bendanya (18). Membayangkan rencananya itu sudah terwujud, orang kaya itu melanjutkan lagi hayalannya, �Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan  bersenang-senanglah!� (19).  Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!

Bukan soal �kaya�-nya.
Ada orang yang segera menanggapi perumpamaan Yesus ini: �Apa sih yang dipersoalkan pada cerita orang kaya ini? Bukankah adalah hal yang wajar jika orang kaya itu merencakan untuk mempersiapkan tempat yang dapat menampung seluruh hasil panennya? Gandum-gandumnya �kan perlu tempat. Tidak mungkin dibiarkan terkena panas dan hujan, sebab jika demikian gandum-gandumnya akan rusak dan tak berguna. Dan, kalaupun orang kaya itu memanfaatkan lumbung itu juga untuk menyimpan harta bendanya, itu sah-sah saja. Ia juga berhak menikmati kenyamanan hidup karena kekayaannya. Lagi pula, gandum-gandum itu adalah kepunyaannya. Harta benda itu juga miliknya. Lalu apanya yang dipermasalahkan? Kekayaan-nyakah?�. Baik sekali tanggapan ini. Tapi lebih baik lagi, kita simak apa perkataan Yesus selanjutnya: 
(20) Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? (21) Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.
Dari perkataan Yesus ini, kita beroleh catatan bahwa yang menjadi persoalan adalah BUKAN  hal KEKAYAAN orang itu. Lagi pula kekayaan adalah karunia Allah.
Pengkhotbah 5:18 Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya -- juga itu pun karunia Allah.
Tidak sedikit tokoh-tokoh di dalam Alkitab yang beroleh karunia kekayaan, antara lain:
Kejadian  13:2 Adapun Abram sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya.
Kejadian  26:13 Dan orang itu [Ishak, red] menjadi kaya, bahkan kian lama kian kaya, sehingga ia menjadi sangat kaya.
Rut 2:1 Naomi itu mempunyai seorang sanak dari pihak suaminya, seorang yang kaya raya dari kaum Elimelekh, namanya Boas.
I Raja-raja 10:23; 2 Tawarikh 9:22 Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat.
II Tawarikh  32:27 Hizkia mendapat kekayaan dan kemuliaan yang sangat besar. Ia membuat perbendaharaan-perbendaharaan untuk emas, perak, batu permata yang mahal-mahal, rempah-rempah, perisai-perisai dan segala macam barang  yang indah-indah.
Ayub  1:3 Ia [Ayub, red] memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
Matius  27:57 Menjelang malam datanglah seorang kaya, orang Arimatea, yang bernama Yusuf dan yang telah menjadi murid Yesus juga.
Lukas  19:2 Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. 

Seorang yang begitu sendirian
Hanya ada satu tokoh dalam kisah perumpamaan ini, yakni seorang yang kaya dan yang semakin kaya oleh hasil panen gandumnya yang melimpah ruah. Seorang diri ia merancang pengaturan atas harta kekayaannya. Tidak ada tokoh lain. Hanya orang yang kaya itu sendiri. Tidak ada tokoh isteri ataupun anak-anak. Tidak ada tokoh-tokoh seperti para hamba atau petani-petani pekerja ladang gandum atau tukang-tukang bangunan meski kita tahu bahwa tidaklah mungkin orang kaya itu seorang diri saja mengerjakan ladang gandumnya dan me-rekonstruksi lumbung-lumbungnya yang baru dengan ukuran yang lebih besar.

Lalu mengapa Yesus tidak menganggap perlu menyertakan tokoh-tokoh lain dalam  perumpamaan ini? Saya mempelajari, pertama: karena Yesus tidak sedang bicara soal warisan atau pembagian warisan yang memerlukan  tokoh pihak ketiga sebagai ahli waris. Kedua: perumpamaan ini tidak mempersoalkan kekayaan seseorang serta bagaimana ia mendapatkannya. Ketiga: dengan tidak adanya tokoh lain selain orang yang kaya ini, maka baik pendengar  maupun pembaca dapat melihat dengan jelas 'betapa sendiriannya orang itu'. Ini akan  menjadi jelas pada telusuran kita selanjutnya.


�Aku�, �Aku� dan �Aku' 
Bila dengan sengaja Yesus menampilkan orang yang kaya ini sebagai tokoh yang begitu sendirian, maka satu pertanyaan timbul di sini, yakni apakah benar tidak ada satupun manusia lain di dalam dunia ini selain dirinya sendiri? Tentu, tidak. Pasti ada manusia lain di sekitarnya. Tetapi orang-orang yang ada itu tidak perlu disertakan oleh Yesus dalam kisah hidup orang kaya ini, karena tokoh manusia yang hendak digambarkan Yesus di sini adalah manusia yang sekalipun mata jasmaninya melihat dengan jelas ada orang lain selain dirinya di dalam dunia ini namun mata hatinya buta terhadap mereka. Orang kaya ini adalah prototipe manusia yang tidak melihat orang lain dalam kekayaannya. Ia sudah kaya dan semakin kaya, namun tidak sedikitpun terlintas di benaknya bahwa kekayaannya sudah terlalu melimpah bagi dirinya sendiri.
 
Mengapa ia tidak menaruh perhatian akan hal ini? Dari tuturan pikirannya, kita ketahui bahwa orang kaya ini memiliki pengertiannya sendiri perihal kekayaannya. Orang itu  bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat?� (17a). Awalnya saya mengira, pertanyaan ini timbul dari dasar pemikiran, bahwa karena hasil panennya berlimpah-limpah dan lumbung-lumbungnya yang sudah ada pun telah penuh, maka orang kaya ini sedang berpikir untuk melakukan sesuatu yang dapat membuat orang lain menerima sesuatu pula dari kekayaannya. Tetapi ternyata tidak demikian. Justru adalah sebaliknya, yaitu sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.� (17b). �Aku�, �Aku� dan �Aku�. Sedikitpun tidak terlintas orang lain di dalam pikirannya, kecuali bagaimana harta kekayaannya itu aman, tersimpan rapi, dan bersih dari jamahan tangan orang lain.

Hartaku adalah milikku dan untukku

Lukas 12:13-21Dari sini kita mengerti, mengapa tidak terpikirkan oleh orang kaya ini bahwa kekayaannya itu sudah amat berlebihan bagi dirinya sendiri. Rupanya orang kaya ini memiliki pemahaman bahwa kekayaan itu adalah miliknya, dan oleh karena kekayaan itu adalah miliknya, maka itu hanya diperuntukkan bagi dirinya sendiri. Dengan dasar pemikiran ini, orang kaya ini atau manusia yang se-tipe atau segambar dengan orang kaya ini beroleh dorongan yang kuat untuk mempertahankan sesuatu yang telah menjadi miliknya  dengan seaman mungkin tidak beralih ke tangan orang lain.

Lihatlah, bagaimana orang kaya ini merancangkan suatu kerja keras untuk menyimpan seluruh harta kekayaannya bagi dirinya sendiri sekalipun demi hal itu ia harus mengeluarkan biaya yang besar guna merombak lumbung-lumbungnya yang lama dan membangunnya kembali dengan ukuran yang lebih besar.
(18) "Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku."
Bagi orang jenis ini, berapapun biaya yang ia harus dikeluarkan, itu bukan masalah sejauh itu tidak diperuntukkan bagi orang lain. Yang penting adalah bahwa pengorbanan yang besar itu benar-benar  untuk dirinya sendiri pula.
(19) "Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!"
Sisipan:
Sedikit catatan perbedaaannya dengan orang yang kikir atau pelit. Sekalipun �bersaudara kandung� dengan jenis manusia yang sedang kita bicarakan di sini, namun orang yang kikir atau pelit punya karakternya sendiri. Mata hati orang yang kikir tidak selalu buta melihat orang lain, walaupun cenderung rabun. Sesekali ia dapat jelas melihat orang lain, namun itu pun dengan penuh pertimbangan dan perhitungan yang ketat. Dasar pemikiran orang yang kikir atau pelit adalah penghematan, yang umumnya kuat didorong oleh kekuatiran.Sedangkan manusia serupa Si Kaya ini tidak memperhitungkan apapun asalkan itu demi dirinya sendiri. Ia dapat memboroskan hartanya untuk apapun juga asalkan pemborosan itu digunakan untuk menyenangkan dirinya pula. Sedangkan orang yang kikir atau pelit cenderung kikir dan pelit pula bagi dirinya sendiri. Ia bahkan bisa �menyiksa dirinya sendiri� demi penghematan.

Sudah Memiliki, Meminta.
Ada pula manusia jenis Si Kaya ini yang ketamakannya lebih ekstrim lagi, yakni mempertahankan atau menyimpan sesuatu yang menjadi miliknya dengan rapat dan aman, lalu meminta kepada orang lain atau mengambil dari orang lain sesuatu yang sama persis seperti yang sudah dimilikinya. Ia menyimpan bagiannya lalu meminta bagian orang lain. Ini kita temukan pada diri orang yang mengajukan permintaannya kepada Yesus.
(13) Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada  saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku."
Ia menginginkan bagian warisan milik kakaknya padahal ia sudah memiliki bagiannya sendiri. 

Ambisi Hawa Nafsu
Kita sudah lihat bagaimana Si Kaya ini mau melakukan apapun demi mengamankan kekayaannya bagi dirinya sendiri. Dengan tidak memperhitungkan banyak hal ia berencana untuk membongkar semua lumbungnya yang lama dan membangun lumbung-lumbung yang baru dengan ukuran yang lebih besar. Kita juga sudah melihat bagaimana orang yang bicara kepada Yesus itu tidak lagi mempertimbangkan pandangan orang terhadap dirinya bahkan hendak memanfaatkan Yesus guna pemuasan hasratnya guna mendapatkan lagi tambahan kepemilikan harta benda dari bagian orang lain. Dengan demikan, manusia jenis ini dapat melakukan apa saja demi tercapainya maksud hatinya, yakni mengamankan miliknya sendiri untuk dirinya sendiri dan menambah lagi harta kekayaannya bagi dirinya sendiri pula.  Ambisi jenis ini sangat berbahaya, karena didorong oleh hawa nafsu kedagingan demi kepentingan diri sendiri. Orang-orang jenis ini dapat terjerat ke dalam usaha dan upaya keras yang menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan hatinya.
1 Timotius 6:9-10 (9) Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam     jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. (10) Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.

Bukan soal warisan
Pertanyaan Yesus �Dan apa yang telah kau sediakan, untuk siapakah itu nanti?� (20b) bila sekilas dibaca memberi kesan yang kuat seolah-olah Yesus sedang bicara soal pembagian warisan. Dugaan ini semakin kuat dari permohonan  yang diajukan kepada Yesus perihal berbagi warisan. 

Akan tetapi mari perhatikan kembali bahwa pertanyaan ini diajukan oleh Yesus kepada seorang yang Ia sendiri tampilkan sebagai seorang yang begitu sendirian. Tidak ada tokoh lain disertakan dengannya di dalam perumpamaan ini. Yesus menampilkan orang ini sebagai tokoh manusia yang kaya namun tanpa siapapun di sekitar kehidupannya. Selama ia hidup, ia menyediakan kekayaannya untuk dirinya sendiri. Bahkan hingga ia mati pun, kekayaannya itu seakan-akan tetap untuk dirinya sendiri.

Berbeda bila pertanyaan ini ditujukan kepada seseorang yang sudah berkeluarga. Orang yang sudah berkeluarga akan menjawab, �Untuk aku dan keluargaku (isteri/suami, anak dan cucu)�. Kalau ia adalah seorang yang tidak menikah, mungkin ia akan menyebutkan salah satu dari kaum keluarganya yang masih ada. Bila hanya ia yang tersisa dari kelompok kaum keluarganya, orang itu akan menyebut kerabat dekatnya. Jika tidak, mau tidak mau ia akan menyebutkan salah satu dari orang-orang yang dipekerjakannya di ladang atau di rumahnya, dan seterusnya. Kalau ini bicara soal warisan, maka pertanyaan ialah kepada tokoh yang mana di dalam kisah ini yang kepadanya akan kita sebut sebagai orang yang berhak mewarisi seluruh kekayaan Si Kaya ini. Kita tidak dapat begitu saja menunjuk siapa yang berhak menerima kekayaan orang itu dengan menyebutkan orang-orang dari luar perumpamaan ini sementara di dalam kisah perumpamaan itu sendiri tidak ada tokoh lain yang dapat disebut pewaris. Artinya, kita tidak perlu memaksakan diri untuk mencari tahu siapa pewaris yang sah atas kekayaan orang itu, sebab perumpamaan ini punya maksud pengajarannya sendiri.

Muatan pengajaran dalam kalimat pertanyaan ini bukanlah soal waris-mewaris kekayaan keluarga. Perhatikan tanggapan Yesus: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?" (14). Hal Hukum Warisan dan petunjuk pelaksanaannya, baik tentang siapa yang seharusnya beroleh hak atas suatu warisan, bagaimana pembagiannya dan lain sebagainya sudah diatur dan ditetapkan oleh TUHAN Allah, Bapa-Nya, bagi umat-Nya, Israel/Yahudi, sebagaimana tertulis pula di dalam Kitab Taurat.  Yesus tidak diutus Bapa untuk meniadakan Hukum Taurat tersebut, melainkan untuk menggenapinya atau memberikan dasar yang baru bagi pelaksanaan seluruh isi Hukum Taurat dan kitab para nabi.
Matius 5:17 "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk  menggenapinya.
Secara tidak langsung melalui perumpamaan ini Yesus memberikan dasar bagi pelaksanaan Hukum Warisan Perjanjian Lama itu pada dasar yang baru yang ditetapkan dalam Perjanjian yang Baru, yakni Hukum Kasih.
Matius 22:36-40 (36) "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" (37) Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Roma  13:10 Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.
Lukas 16:16 Hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes;  dan sejak waktu itu Kerajaan Allah diberitakan dan setiap orang menggagahinya berebut memasukinya.
Di sini Yesus mengkritisi hal mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri� (21). Kalau Hukum Warisan Perjanjian Lama bersifat eksklusif [tertutup atau terbatas pada orang-orang tertentu], yakni pewarisannya terbatas pada kaum keluarga yang bersangkutan karena milik pusaka setiap suku tidak boleh berpindah tangan ke suku lainnya, maka di sini Yesus mendasarkan pelaksanaan Hukum Warisan Perjanjian Lama itu pada Hukum-Nya atau Hukum Kasih dimana harta kekayaan yang dikaruniakan TUHAN Allah bagi umat-Nya tidak diperuntukkan bagi diri orang itu sendiri, juga tidak terbatas hanya untuk kalangan kaum keluarganya saja, tetapi berlaku terbuka bagi sesama manusia. Tapi pengajaran ini tidak bersifat teknis (siapa sesama manusia yang akan mendapat bagian dari kekayaan seseorang), melainkan memberikan dasar pengertian di hati orang yang memiliki kekayaan tentang apa arti kekayaan itu baginya.  Dengan ini Yesus membuka pintu kamar berkat yang diterima umat Allah yang sebelumnya tertutup hanya untuk kalangan umat Allah itu sendiri menjadi terbuka bagi seluruh umat manusia. Di dalam Kristus, umat Allah tidak akan menunggu mati dahulu untuk dapat membagikan kekayaannya kepada orang lain sebagaimana aturan Hukum Warisan.
Ibrani  9:17 Karena suatu wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati, sebab ia tidak berlaku, selama pembuat wasiat itu masih hidup. 
Di dalam Kristus (Hukum Kasih), hidup adalah waktu untuk berbagi dengan orang lain - itulah kaya di hadapan Allah.

Ketamakan
Di sini Yesus sedang membidik salah satu sikap hati manusia terhadap kekayaan atau terhadap segala materi/benda yang ia punya, yakni hati yang tamak. Sikap hati yang tamak adalah sikap hati manusia yang tertutup rapat bagi orang lain untuk dapat menerima sesuatu dari milik kepunyaannya. Sikap hati yang tamak melahirkan perbuatan-perbuatan ketamakan yang antara lain kita temukan pada tokoh Si Kaya dalam perumpamaan Tuhan Yesus, yakni mengumpulkan hartanya bagi dirinya sendiri, dan juga pada diri orang yang mengajukan permintaannya kepada Yesus, yakni meminta atau mengingini sesuatu dari orang lain padahal ia sendiri sudah memiliki apa yang hendak dimintanya atau diingininya dari orang lain itu. Kita menyebut ini �serakah�.
 
Tuhan Yesus memberikan definisi dasar bagi orang yang tamak, yakni �Orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri� (21a). Egosentrisme Benda Termilik atau keyakinan bahwa benda yang sudah menjadi miliknya adalah milik kepunyaannya sendiri dan diperuntukkan hanya untuk dirinya sendiri adalah faham yang dipegang teguh oleh orang-orang yang memiliki sikap hati yang tamak ini. Tidak ada tempat bagi orang lain dalam kepemilikan harta bendanya. Semua yang adalah miliknya adalah hanya �bagi dirinya sendiri�. Bahkan demi amannya dan tidak berkurangnya harta itu bagi dirinya sendiri, orang yang tamak akan meminta, mengambil, dan menggunakan milik orang lain sekalipun ia juga memilikinya. Maka dengan ini dapat dipastikan bahwa orang yang tamaklah yang akan menjadi orang kaya yang benar-benar kaya di dalam dunia ini, sebab mereka hanya mengumpulkan dan menyimpan, tanpa pernah berbagi! --**HEP**-- (Bersambung)

?||PREVIOUS : Bagian I

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India