Matius 5:11 "Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang."
Markus 7:15 "Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya."
Tidak sedikit orang yang mengartikan perkataan Yesus ini secafa harfiah atau leksikal yakni hanya dengan melihat kata demi kata lalu mengartikan, bahwa 'haram' itu bila memakan sesuatu lalu memuntahkannya. Ini pemahaman yang keliru.
Petrus meminta Yesus menjelaskan perkataaan-Nya ini.
Maka jawab-Nya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya" (Markus 7:18)
"Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban?" (Matius 15:17)
Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok bagi tubuh jasmani manusia. Dimakan, masuk ke perut, mengalami proses pencernaan dan penyerapan untuk keperluan tubuh lalu ampasnya dikeluarkan menjadi kotoran yang dibuang di jamban. Selesai.
Makanan tidak menajiskan manusia.
"Karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban." (Markus 7:19a)
Makanan tidak mengubah hati manusia, yang tadinya berhati baik, namun karena makan sesuatu jenis makanan, hatinya langsung menjadi hati yang tidak baik, atau sebaliknya, yang berhati tidak baik tiba-tiba menjadi berhati baik sebagai efek makanan yang dimakannya. Singkatnya, MAKANAN TIDAK MENGUBAH AKHLAK BUDI PEKERTI ORANG YANG MEMAKANNYA.
Apakah seorang yang tadinya hidup benar di hadapan Tuhan tiba-tiba menjadi brutal dan jahat akibat ia makan makanan yang diharamkan? Apakah karena makanan manusia menjadi pencuri, pezinah, pembunuh? Apakah karena makanan manusia menjadi pencaci, pemfitnah, pembohong?
Sifat, karakter, tabiat buruk manusia tidak disebabkan oleh makanan apapun juga yang dikonsumsinya, bahkan tidak bersumber dari makanan yang diharamkan sekalipun! Yang dapat mengharamkan manusia adalah HATI MANUSIA ITU SENDIRI.
"18 Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. 19 Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. 20 Itulah yang menajiskan orang." (Matius 15:18-20a)
Yesus menegaskan bahwa keharaman tidak berasal dari luar diri manusia, tetapi bersumber dari HATI manusia. Hati manusia itu sendirilah yang dapat menajiskan dirinya ketika hatinya memproduksi pikiran, perkataan dan perbuatan yang najis di mata Allah.
20 Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, 21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, 22 perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. 23 Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:20-23)
Jadi bukan karena makanan.
"Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal." (Markus 7:19a)
Maka datanglah murid-murid-Nya dan berkata kepada-Nya:
"Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?" (Matius 15:12)
Pastilah akan jadi batu sandungan, karena umat Perjanjian Lama memiliki aturan tentang makanan haram (Imamat 11), dan kita tahu bahwa orang Farisi adalah orang-orang yang saleh dalam melaksanakan adat istiadat yang berlaku di dalam masyarakat Yahudi.
Pernyataan Yesus ini pada satu sisi meniadakan aturan makanan haram itu terhadap murid-murid-Nya dan di sisi lain menempelak kesalehan orang Farisi yang bersifat lahiriah belaka. Penampilan kesalehan melaksanaan aturan-aturan agama secara lahiriah belaka bagaikan arak-arakan "Fashion Show" yang begitu indah dan mengaggumkan. Namun apa kata Yesus?
7 "Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: 8 Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 9 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:7-9)
Sadar atau tidak, demonstrasi kesalehan lahiriah yang mereka tampilkan dengan bangga sebagai proklamasi diri orang suci dan benar, justru membuktikan bahwa MEREKA SUDAH TIDAK MAKAN MAKANAN HARAM TETAPI ITU TIDAK MENGHASILKAN KEKUDUSAN MULUT MEREKA, PIKIRAN MEREKA, PERBUATAN MEREKA.
Allah memberikan aturan makanan haram bagi umat-Nya di masa sebelum Kristus (Imamat 11) untuk mendidik umat-Nya menjadi umat yang TAAT dan KUDUS.
"44 Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. 45 Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus." (Imamat 11:44-45)
TUJUAN ATURAN KEKUDUSAN ITU BUKAN PADA HEWAN YANG DIHARAMKAN ITU, TETAPI PADA ORANGNYA; PADA MANUSIANYA. Karena Allah adalah Kudus, maka umat-Nya pun harus kudus.
Itulah tujuan Allah dengan pengaturan tentang makanan haram ini, yakni lewat didikan hal makanan haram, umat-Nya menyadari bahwa Allah menginginkan ia kudus. Tapi sayang, yang dilihat dalam peraturan itu hanya HEWANNYA, bukan diri mereka sendiri. Mereka teliti dan cermat memeriksa kaharaman dan kekudusan makanan, sampai tidak punya waktu memeriksa keharaman dan kekudusan diri mereka sendiri.
Peraturan Allah untuk mendidik umat-Nya hidup kudus lewat penetapan makanan haram ternyata tidak membuat mereka mengerti. Dibilang "hewan haram", mereka hanya lihat hewannya saja. Yesus pun berkata:
14 Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang." (Matius 15:14).
Hukum Hewan Haram itu dicabut Yesus dan tidak lagi berlaku bagi umat Perjanjian Baru, yakni orang yang percaya kepada Yesus:
13 "Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya." (Matius 15:13)
Di dalam Hukum Kasih, hal haram tidak lagi diarahkan kepada hewan, tetapi pada diri manusia itu sendiri, yakni langsung pada sasaran yang dimaksud oleh Allah, yaitu HATI. Bagaimana pikiran kita, bagaimana perkataan kita dan bagaimana perbuatan kita, semua bersumber dari hati. Hati yang tidak mengasihi Allah dan tidak mengasihi sesama manusia akan menghasilkan pikiran, perkataan dan perbuatan yang juga tidak mengasihi Allah dan tidak mengasihi sesama manusia.
"Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19)
Tidak ada kaitan apapun dengan makanan. Makanan tidak memproduksi kebencian. Hatilah yang memproduksi pikiran, perkataan dan perbuatan membenci. Makanan tidak memproduksi kesetiaan. Kesetiaan adalah karya hati. Makanan sama sekali tidak mengubah hidup orang menjadi saleh, karena kesalehan yang hakiki hanya mungkin berasal dari hati yang takut akan Allah.
Jadi yang harus kita jaga adalah hati kita. Karena hati kita inilah yang dapat menajiskan diri kita. Jauh sebelumnya hikmat ini sudah diguratkan oleh Salomo:
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Oleh Kristus kita dicelikkan dari kebutaan memahami maksud-Nya di masa sebelum Ia datang.
Akhirnya, tak ada makanan yang haram lagi bagi orang percaya.
"4 Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, 5 sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa." (1 Timotius 4:4-5)
Kalau toh ada makanan yang menjadi pantangan bukan karena itu haram, tetapi bisa karena alasan kesehatan.
"Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun." (1 Korintus 6:12)
Makanlah dengan menjaga hati. Makanlah dengan tidak membunuh, tidak mencuri, tidak mencaci maki, dan sebagainya. Kita tidak makan sekalipun, namun kita membunuh, mencuri, menipu, dsb, maka kita tidak ada bedanya dengan orang yang tidak mengenal Allah.
"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
-- HEP