Kamis, 10 November 2016

Cinta Engsel Pintu | Ilustrasi


CINTA itu bak "ENGSEL PINTU" yang menyatukan bingkai pintu dan daun pintu.



Bila sepasang insan yang menyatu karena cinta sudah mulai BERISIK, maka periksalah "engsel cinta", sepertinya sudah mulai "berkarat" ??. Jangan dibiarkan, karena akan makin berisik. Mau keluar rumah berisik, masuk rumah juga berisik ??.

Rawatlah dengan baik "engsel cinta", karena walau bingkai rusak dan/atau daun pintu rusak, selama engselnya terjaga baik, keduanya tetap dapat menyatu. Tapi kalau engselnya sudah rusak, cintanya rusak, mau ditempel pakai lem 'Fox', tidak bisa menyatu lagi, karena  ikatannya adalah cinta.
"Di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." (Kolose 3:14)

Kata 'kasih' pada ayat itu diterjemahkan dari kata Yunani: ???p? (agape). Bila cinta dua insan manusia secara fisik adalah cinta Eros, yakni cinta berdasar hawa nafsu, maka Agape berarti 'cinta yang tidak mementingkan diri sendiri, tidak ego, tanpa batas, tanpa syarat, total, tidak setengah hati, tulus dan berkorban. Cinta agape identik dengan kasih Tuhan terhadap ciptaan-Nya.

Itulah "engsel pintu" berkualitas, bahkan berkualitas sorgawi. Cinta kasih agape memiliki kekuatan mempersatukan bahkan menyempurnakan dari segala kelemahan dan kekurangan.

Milikilah dan rawatlah "engsel pintu" berkualitas sorgawi itu di dalam hati Anda dan pasangan Anda. Amin.-- ?????? -- HEP

Selasa, 08 November 2016

Hati Seluas Samudera


Hati seluas samudera ... ditimpa besi terbang pun tak retak. Tapi hati seluas gelas kaca, tersentuh sedikit, bisa retak bahkan pecah.


Kalau kita menyanyi "Inilah yang kupunya, hati sebagai hamba ...", maka hati seluas samuderalah yang kita punya, seperti hati Yesus: 
"Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil." (1 Petrus 2:23).

 -- HEP

Kekerasan Hati | Ilustrasi


KEKERASAN HATI itu seperti kerak gosong di panci/wajan. Makin ego, makin tebal keraknya dan mengeras. Kalau sudah seperti itu, tidak bisa lagi dibersihkan dengan penggosok dari bahan busa, melainkan harus memakai kawat penggosok.



Lembutkan hati agar dengan penggosok "busa" saja sudah cukup untuk membersihkan kita. Cukup dengan perkara-perkara lembut saja untuk mendidik kita.

Jangan buat Tuhan harus menggunakan "kumparan KAWAT penggosok" karena kekerasan hati kita sendiri. Itu akan tiba di hidup kita dalam bentuk "rasa sakit". Makin keras hati, makin sakit proses pembersihannya, karena harus digosok KUAT-KUAT, pakai "KAWAT" LAGI!!

Roma 2:5
"Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan."

?? -- HEP

Minggu, 06 November 2016

KAFIR -- Apa Kata Yesus Tentang Sebutan Kafir (Matius 5:21-22)


Matius 5:21-22
"Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala."



KAFIR dalam agama Yahudi adalah orang-orang bukan Yahudi (Bil 23:9). Kata ini ditempatkan dalam kerangka kebangsaan dan cara hidup spesifik orang Yahudi di bawah payung Hukum Taurat (Gal 2:14).

Cara pandang Yahudi terhadap bangsa lain dalam bingkai kebanggaan akan kekhususan diri sebagai bangsa pilihan Allah menjadikan kata 'kafir' dipakai dalam arti jelek, seperti terlihat dari kata 'kafir', yang dipakai Yesus mengambil istilah yang berlaku di kalangan Yahudi (Matius 5:22), yakni 'Rakha'. 'Rhaka' berasal dari kata Aram dan Ibrani yang berarti 'tidak punya guna apapun'. Bahkan 'kafir' dalam bahasa Aram dalam rumpun kata yang sama, yakni 'reqa' berarti 'bajingan' atau 'orang goblok'.

Hukum Taurat menampilkan dosa sebagai perbuatan yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh telinga. Hukum Taurat sangat detil mengatur kehidupan lahiriah. Dalam Hukum Taurat, mata dan telinga manusia menjadi saksi Hukum Taurat. Seperti contoh yang diambil Yesus tentang ketegasan penegakan pelaksanaan Hukum Taurat, "Jangan membunuh" (Keluaran 20:13; Ulangan 5:17). Orang Yahudi yang tidak membunuh atau tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum yang termaktub dalam Hukum Taurat merasa aman dan BERSIH dari dosa.

Tapi apa kata Yesus?
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala."
Kita tidak membunuh, tapi kalau kita mengatai orang dengan sebutan-sebutan kemarahan: 'Kafir!' atau 'Jahil!' atau kata-kata sebutan yang mengandung ejekan atau hinaan, misalnya 'Dasar pembunuh!', 'Pelacur!', 'Pencuri!', 'Bajingan!', 'Goblok!', dll, maka kita juga harus dihukum karena kata-kata itu.
"Masalahnya bukan sekedar soal membunuh, tapi juga soal kecenderungan hati ... Dalam jiwanya, ini merupakan pelanggaran yang sama besarnya dengan pembunuhan yang sebenarnya." (Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Kafir, hlm. 492).
Demikianlah Yesus memberikan salah satu contoh penggenapan Hukum Taurat di dalam Hukum Perjanjian Baru, yakni Hukum Kasih. Hukum Kasih berdasarkan HATI. HATI YANG MENGASIHI, yakni kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama manusia (Matius 22:37-40).

Mencaci 'Kafir!' atau 'Jahil!' atau segala sebutan cacian lainnya adalah perwujudan hati yang tidak mengasihi sesama manusia. Sebutan cacian juga adalah perwujudan klaim diri lebih benar dari orang yang dicaci, bahwa kamu begitu, saya tidak begitu; kamu berdosa, saya tidak. Pembenaran diri seperti ini, yakni dengan mengukur dosa orang lain tidak punya tempat dalam pembenaran Allah.

Pernyataan Yesus tentang larangan menyebut orang:"Kafir!" dalam kerangka kasih kepada sesama manusia diperjelas dalam pengajaran selanjutnya (Matius 5:23-26):
"Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas."
-- Tidak ada gunanya beribadah bila ada hubungan yang tidak damai dengan orang lain, bahkan bila itu ada di hati saja, maka yang ada adalah kemunafikan, suatu bentuk pendustaan.
"Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 Yohanes 4:20-21)

Manusia hanya bisa melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat segalanya bahkan yang tak terlihat oleh manusia. Kita hanya tahu apa yang kita tahu, bahwa ia kafir, ia pembunuh, ia jahil, ia pelacur, ia pezinah, ia penjudi, ia pencuri, dll, tetapi kita tidak mengikuti hidup seseorang dari ia di dalam kandungan sampai ia menutup mata selamanya. Tuhanlah yang mengikutinya. Kita tidak tahu hati dan pikirannya sepanjang usia hidupnya, Tuhan yang punya pengetahuan itu. Dan harus pula kita sadari, bahwa kita tidak tahu hari esok kita. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada diri dan hidup kita di kemudian hari. Jangan-jangan kita justru berlaku dosa pula atau bahkan lebih buruk dari orang yang kita cela.

Timbangan baik buruk setiap orang ada pada Tuhan. Dan penilaian Tuhan bukan hanya pada satu titik "dosa", tapi pada seantero hidup anak manusia. Oleh sebab itu kita tidak diberi hak untuk menghakimi orang lain (Matius 7:1-5;  Lukas 6:37-38; 41-42). Ditegaskan kembali oleh Rasul Paulus:
"Karena itu, hai manusia, siapa pun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama." (Roma 2:1).
Maka, teringatlah kita akan nasihat hikmat:
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23)

Sebutan-sebutan seperti itu juga dapat menimbulkan rasa sedih dan sakit di hati. Beberapa orang akan menjawab bahwa perbuatan orang itu sudah lebih dahulu menyakitkan. Benar. Tetapi inilah Hukum Kasih bahwa rasa sakit tidak boleh dibalas dengan rasa sakit. Ini jelas dalam perkataan Yesus:
"Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu." (Lukas 6:29).
Intinya, jangan membalas, "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!" (Roma 12:17). Demikianlah kasih.

Dalam prakteknya kasih tidaklah mudah, tapi harus menjadi target pencapaian orang percaya di dalam hidupnya. Orang yang mengerti hal ini atau orang yang hidup di dalam Hukum Kasih tidak akan berani menganggap diri lebih benar atau lebih baik dari orang lain. Sebaliknya, orang Kristen Hukum Taurat akan menganggap diri sempurna karena tidak melakukan larangan yang termaktub dalam butir-butir Hukum Taurat, tetapi tidak menyadari bahwa ia telah melanggar Hukum Kasih.

Lalu bagaimana dengan sebutan 'Kafir!' yang kita dengarkan dari saudara-saudara sesama manusia kaum Muslim kepada orang Kristen? Ya, tidak apa-apa. Mereka memiliki paham itu.
"Menurut syariat Islam, manusia kafir yaitu: seorang yang mengingkari Allah sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad sebagai utusan-Nya", begitu yang saya baca di Wikipedia.
Lalu apa masalahnya buat kita? Itulah salib kita. Bersihkan hati kita saja. Bagaimanapun semua manusia adalah ciptaan Yang Mahakuasa. Benar tidak benar, baik buruk setiap insan manusia, catatannya ada pada sang Pencipta. Kita kerjakan saja apa yang diajarkan Yesus kepada kita:
"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44).
Itulah bagian kita, yakni mengasihi mereka dan berdoa bagi mereka.

Tapi ingat, harus TULUS. Jangan munafik. Hati harus ikhlas. Dan juga jangan mengukur mereka. Kita tidak tahu hati, pikiran dan hidup mereka. JANGAN MENGAMBIL HAK TUHAN (Ulangan 32:35; Roma 12:19). Jangan berlaku SEOLAH TUHAN TIDAK TAHU APA YANG BAIK DAN APA YANG BURUK. Jangan berlaku seolah kita lebih tahu dari Tuhan. Dan jangan berlaku SEOLAH TUHAN TIDAK ADA, SEOLAH TUHAN TIDAK TAHU APA-APA.

Akhirnya, jangan mengatai orang: 'Kafir!' atau apapun yang bersifat mencela, menjelekkan, menghina, merendahkan, dsb. Dan jangan marah jika kita yang percaya kepada Yesus Kristus, disebut: 'Kafir!'.

Kebenaran Allah tidak perlu diperangkan. Karena peperangan manusia tidak akan mengubah kebenaran Allah sekalipun manusia kalah dalam peperangan itu. Kebenaran Allah adalah milik Allah. Diakui atau tidak, kebenaran Allah tetaplah kebenaran Allah. Dibolak balik, diplesetin, diplintir, diputar balik, atau diapapun oleh manusia, kebenaran Allah tetaplah kebenaran Allah, karena pada-Nyalah kebenaran itu. Dipalsukan sekalipun, Ia memiliki aslinya.

Manusia berasal dari Allah, bukan Allah berasal dari manusia. Bukan Allah baru menjadi ada karena kita. Ada ataupun tidak ada kita, Allah tetap ada. Percayalah dan percaya dirilah, maka kamu hanya akan tersenyum.

ALLAH ITU KASIH. There is no truth without LOVE.-- Shalom, HEP.

Minggu, 23 Oktober 2016

Bukuku | MENGEJAR HARTA TERPENDAM



Penerbit BPK Gunung Mulia, 162 Halaman, 14,5 x 21 cm. Harga : Rp. 60.000,- (diluar ongkos kirim).

Manusia adalah makhluk yang gampang beradaptasi. Ambillah contoh saat listrik padam. Pada awalnya, kita tidak akan melihat apa-apa karena keadaan gelap gulita. Sesaat kita akan diam terpaku. Namun, lama kelamaan mata kita mulai beradaptasi dengan kegelapan dan kita pun mulai dapat bergerak di dalam kegelapan itu.

Demikianlah halnya dengan dosa. Ketika pertama kali berbuat dosa kita akan merasa takut. Kedua kalinya, ketiga, keempat, dan seterusnya kita mulai merasa aman dan nyaman melakukannya. Bahkan mungkin tidak menyadari bahwa kita telah berbuat dosa.

Diterangi oleh firman Tuhan, "Mengejar Harta Terpendam" menjelaskan tentang orang bodoh:

  1. Orang yang tinggal di dalam dosa
  2. Orang yang menyimpan amarah dan membiarkannya meledak.
  3. Orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri.

Supaya kita tidak dalam golongan inj, penulis mengajak kita untuk semakin mendalami dan membaca Alkitab dengan tekun.

Oleh karena itu buku ini diberi judul "Mengejar Harta Terpendam" berdasar pada Amsal 2:1-6:

"Hai anakku, jikalau engkau menerima perkataanku dan menyimpan perintahku di dalam hatimu, sehingga telingamu memperhatikan hikmat, dan engkau mencenderungkan hatimu kepada kepandaian, ya, jikalau engkau berseru kepada pengertian, dan menujukan suaramu kepada kepandaian, jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah. Karena TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian."--

Kontak Pemesanan:
engglinahp@yahoo.com

Hal Persembahan | Tulis Nama atau NN (No Name)?


Tanya:
Apa maksud hatimu menulis namamu di Sampul Persembahanmu?



Jawab:
untuk kepentingan data administrasi keuangan gereja.

Tanya:
Benarkah hanya untuk itu? Kalau nama Anda tidak tertulis dalam laporan keuangan atau tidak terbaca dalam warta jemaat, apa tanggapan Anda?

Jawab:
Saya akan menemui pengelola keuangan guna mengkonfirmasikan hal itu.

Tanya:
Mengapa Anda harus mengkonfirmasikan hal itu?

Jawab:
Guna kepentingan pertanggungjawaban mereka, sebab mereka hanya manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan dalam pendataan / pewartaan.

Tanya:
Bagaimana pikiran Anda terhadap pihak pengelola saat nama Anda tidak tercantum / terwarta, apakah Anda mencurigai ada penyalahgunaan kepercayaan di situ.

Jawab:
Wah, saya tidak ada pikiran ke situ. Saya mengoreksi, bukan mencurigai.

Tanya:
Bagaimana rasa hati Anda saat nama dan persembahan Anda tidak tercantum / terwarta? Apakah Anda marah?

Jawab:
Tidak ada yang harus sampai ke hati saya karena itu. Itu hanya sampai di pikiran saya untuk maksud koreksi. Lalu apa dasarnya saya harus marah? Tujuan uang itu untuk Tuhan. Saya memberikan bukan untuk dilihat atau diketahui orang bahwa saya ada memberi atau bahwa jumlah pemberian saya besar. Saya memberi bukan untuk dipuji orang. Kalau pihak pengelola menyelewengkan kepercayaan Tuhan yang Ia berikan kepada mereka, mereka berurusan dengan Tuhan.

Tanya:
Sekali lagi saya bertanya, ketika nama dan persembahan Anda tidak tercantum / terwartakan, apakah Anda kecewa karena jemaat lain jadi tidak tahu bahwa Anda juga memberi bahkan pemberian Anda jumlahnya besar?

Jawab:
Kenapa mereka harus tahu? Uang itu bukan untuk mereka. Itu untuk Tuhan. Cukup saya dan Tuhan yang tahu. Yang memberi tahu kepada mereka adalah pengelola uang itu guna pertanggungjawaban mereka kepada Tuhan atas kepercayaan untuk itu. Memang itulah bagian mereka, bagian saya hanya MEMBERI.

Dari bentuk tanya jawab di atas kiranya jelas, bahwa HAL PERSEMBAHAN ADALAH HAL SIKAP HATI.

"Apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. " (Mat 6:2).

Perhatikan kata-kata: "Seperti orang munafik" .... " supaya mereka dipuji orang" = INVESTIGASI MOTIFASI MEMBERI. Peringatan ini untuk ORANG MUNAFIK, YANG MEMBERI SUPAYA DIPUJI ORANG.

Bila tidak munafik untuk dipuji, maka dicanangkan pun APA MASALAH? Tapi ada lagi pertanyaan: "Mengapa dicanangkan? Apa maksud Anda mencanangkan? --- TUNTAS sampai ke akarnya, yakni HATI. Harus benar-benar murni. Karena TUGAS MENCANANGKAN adalah TUGAS PENGELOLA, BUKAN PEMBERI.

Tapi kalau hatimu sendiri mau dicanangkan supaya orang dengar, dan saat dibacakan hatimu seperti terangkat tinggi, senang sekali dan bangga, maka kata Tuhan: "Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Mat. 6:2). Apa upahnya? PUJIAN. Tidak ada upah dari Tuhan atas persembahanmu itu, karena kamu sudah terima tujuan dari pemberian persembahanmu itu, yakni DIPUJI ORANG.

Jadi haruskah NN?
TIDAK, kalau motivasi memberi persembahan itu murni. Karena ayat-ayat serupa ini di dalam Alkitab tidak menyuruh orang menutup data dengan mencantumkan "NN" pada sampul persembahan, tapi memurnikan hati dalam memberi.

Karena adalah tidak ada bedanya jika NN dengan terpaksa guna untuk supaya dianggap itulah yang BENAR, sementara hati masih menginginkan untuk sebaiknya diketahui orang. SAMA SAJA, karena UANG KITA TIBA DI PENGELOLA, HATI KITA TIBA TUHAN. Spt apa/bagaima ["p?? (pos) - dlm persembahan janda yang miskin - Mrk 12:41] hati tiba di Tuhan, itulah yang menjadi perhatian TUHAN.

Demikian.-- Shalom, HEP.

Rabu, 24 Februari 2016

ALIRAN-ALIRAN GEREJA | Satu Nahkoda, Satu Kapal


ALIRAN-ALIRAN GEREJA berdasarkan Alkitab saya ilustrasikan adalah ibarat orang-orang percaya yang berada di KAMAR A-Z dalam SATU BAHTERA YESUS KRISTUS. SATU NAHKODA SAJA buat semuanya, yakni Yesus Kristus, Kepala Gereja, dan SATU TUJUAN, yakni sorga.


Bukan "kamar" itu yang membawa orang-orang anggota kamarnya ke labuhan, melainkan Nahkoda itulah yang membawa kapal yang bermuatan banyak kamar itu sampai di tujuan. Asal jangan lompat keluar kapal aja, karena pastilah tenggelam binasa. Selama tetap berada di dalam kapal, mau beda kamar, semua aman.

Sambil berjalan, Yesus yang sedang membawa biduk-Nya mendengar suara teriakan dari kamar-kamar: "Kamilah yang benar. Kalian salah!!" Sepanjang perjalanan, klaim "benar salah" terus berlangsung di dalam kapal. Dan selama itu pula kapal terus berlayar maju menuju tujuan, karena kamar-kamar itu hanyalah ruangan di dalam kapal. Sepertinya, Tuhan Yesus yang sedang nyetir kapal senyum-senyum melihat tingkah anak-anak-Nya di dalam kapal.

Orang-orang yang tidak sreg, bikin kamar baru, bahkan bikin kamar di dalam kamar. Orang dari kamar satu, pindah ke kamar lain. Yang udah dapat tempat sreg, bilang, ah ini baru benar.

Kadang-kadang, bukan mau sendiri, tapi ada juga hasil provokasi rohani dengan menjala orang dari kamar lain masuk ke kamarnya. Akhirnya orang-orang di dalam kapal itu juga yang terputar-putar dari satu kamar ke kamar lain.

Tidak sedikit juga yang terus kerja keras "MENJALA" MANUSIA DARI LUAR agar ikut naik ke kapal biar selamat sampai tujuan. ITULAH YANG BENAR.

Namanya menjala, ya, di luar kapal. Kog buang jala di dalam kapal? Tapi memang, tidak sedikit kamar ambil cari cepat dengan tidak menjala keluar kapal, malah MENJALA ORANG-ORANG YANG SUDAH BERADA DI DALAM KAPAL. Orang sudah di kapal, kog dijala lagi :-) 

Tapi begitulah. Ngomong aja kita terus, "gerejaku lebih benar dari gerejamu". Sampai kiamat tidak akan berhenti.  Memang udah begitu ceritanya. Karena kita ini hanya bicara, tapi YESUSlah yang MENGERJAKAN KESELAMATAN ITU BAGI KITA SEMUA, yang walau beda kamar, ada dalam SATU BIDUK BAHTERA-NYA. 

Sebenarnya, TUGAS MASING-MASING KAMAR adalah sambil Yesus menahkodai kita : 1. Buat supaya orang yang ada di kamar kita TIDAK LOMPAT KELUAR KAPAL. -- 2. JALA ORANG DI LUAR KAPAL. Hasil penjalaan kita akan dipilih Tuhan Yesus yang mana akan dikenan-Nya masuk ke dalam bahtera-Nya.

Itu tugas kita. Bukan jalan sambil debat dogmatika di dalam kapal dan bukan menjala orang dari kamar satu ke kamar lainnya, dan bukan pula hanya sibuk urus kamar sendiri, tidak ada kerja menjala orang dari luar kapal.

#Seperti_Itu.--- HEP

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India