Senin, 14 Maret 2011

Jangan Panik | 1 Samuel 10:8;13:5-12

jangan panik
1 Samuel 10:8  Engkau harus pergi ke Gilgal mendahului aku, dan camkanlah, aku akan datang kepadamu untuk mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan. Engkau harus menunggu tujuh hari lamanya, sampai aku datang kepadamu dan memberitahukan kepadamu apa yang harus kaulakukan."
1 Samuel 13:5-14 --- 13:5 Adapun orang Filistin telah berkumpul untuk berperang melawan orang Israel. Dengan tiga ribu kereta, enam ribu orang pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki sebanyak pasir di tepi laut mereka bergerak maju dan berkemah di Mikhmas, di sebelah timur Bet-Awen. 13:6 Ketika dilihat orang-orang Israel, bahwa mereka terjepit -- sebab rakyat memang terdesak -- maka larilah rakyat bersembunyi di gua, keluk batu, bukit batu, liang batu dan perigi; 13:7 malah ada orang Ibrani yang menyeberangi arungan sungai Yordan menuju tanah Gad dan Gilead, sedang Saul masih di Gilgal dan seluruh rakyat mengikutinya dengan gemetar.13:8 Ia menunggu tujuh hari lamanya sampai waktu yang ditentukan Samuel. Tetapi ketika Samuel tidak datang ke Gilgal, mulailah rakyat itu berserak-serak meninggalkan dia. 13:9 Sebab itu Saul berkata: "Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu." Lalu ia mempersembahkan korban bakaran.
13:10 Baru saja ia habis mempersembahkan korban bakaran, maka tampaklah Samuel datang. Saul pergi menyongsongnya untuk memberi salam kepadanya. 13:11 Tetapi kata Samuel: "Apa yang telah kauperbuat?" Jawab Saul: "Karena aku melihat rakyat itu berserak-serak meninggalkan aku dan engkau tidak datang pada waktu yang telah ditentukan, padahal orang Filistin telah berkumpul di Mikhmas, 13:12 maka pikirku: Sebentar lagi orang Filistin akan menyerang aku di Gilgal, padahal aku belum memohonkan belas kasihan TUHAN; sebab itu aku memberanikan diri, lalu mempersembahkan korban bakaran."

Samuel meyuruh Saul lebih dahulu berangkat ke Gilgal dengan pesan agar Saul menunggu 7 hari sampai Samuel datang menemuinya di sana. Tetapi ketika 7 hari waktu yang ditetapkan itu Samuel belum datang juga, sementara orang Filistin telah siap menyerang orang Israel, ditambah kepanikan dari orang Israel, maka Saul mengambil langkah sendiri. Saul mempersembahkan korban bagi Allah tanpa Samuel. Baru saja selesai mempersembahkan korban, Samuel pun datang. Apa kata Samuel mengetahui apa yang baru saja dilakukan oleh Saul? 
I Samuel 13:13 Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. 13:14 Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu."
Sedianya TUHAN Allah punya rancangan yang indah buat Saul, tetapi oleh ketidataatan Saul terhadap perintah TUHAN melalui nabi Samuel, maka pemerintahan Saul atas Israel pun segera akan berakhir, sebab oleh ketidaktaatannya, TUHAN telah memilih seseorang yang akan menggantikan dirinya, yang tak lain adalah Daud.

Di sini kita belajar satu hal yang terkandung dalam ketidaktaatan Saul, yakni KEPANIKAN.


Saul takut ditinggalkan oleh bangsanya sendiri. Kepanikan orang Israel menjadi kepanikan Saul. Saul memandang kekuatannya ada pada orang-orang Israel sehingga ketika mereka panik lalu meninggalkan Saul, Saul memandang itu sebagai bahaya bagi dirinya sendiri.

Dalam kepanikannya itu, Saul mengira telah mengambil langkah yang tepat, yakni mempersembahkan korban kepada TUHAN Allah dengan maksud memohon belas kasihan TUHAN. Justru dengan tindakannya itu nyatalah bahwa Saul menaruh andalan kepada kekuatan manusia bukan kepada TUHAN.

TUHAN Allah sudah memerintahkan Saul untuk menunggu Samuel datang guna menyampaikan apa yang harus ia lakukan. Kepanikan membuat Saul tidak lagi mengingat akan perkataan TUHAN kepadanya. Saul melihat keadaan yang dihadapinya seakan adalah penentu nasib hidupnya dan hidup bangsanya. Kepanikan memudarkan pandangan iman Saul akan kemahakuasaan TUHAN. Meski persembahan korban yang dilakukan sendiri oleh Saul itu bertujuan mulia yakni meminta belas kasihan TUHAN, namun  semangat mengajukan permohonan itu berakar pada ketidakpercayaan Saul akan perkataan TUHAN kepadanya.

Bukankah demikian juga ada pada diri kita di kekinian? Perhatikanlah bagaimana kepanikan oleh suatu peristiwa membuat manusia-manusia bergerak atau bertindak dengan gelagat bagaikan orang tak ber-Tuhan. Menjerit-jerit "Tuhan, tolonglah kami". Terdengar jeritan-jeritan itu begitu religius, tetapi Ia, Tuhan yang kepada-Nya seruan itu ditujukan, mendapati ketidakpercayaan di dalam jeritan histeris itu. Jeritan-jeritan penuh kata-kata 'Tuhan' memilukan hati TUHAN, karena dalam kata 'Tuhan' itu justru Ia kehilangan kuasa-Nya di mata orang yang berseru-seru panik itu. Keadaan atau situasi atau kondisi dari suatu peristiwa telah terlihat begitu berkuasa atas hidup orang-orang yang panik seakan-akan keadaan itu sendiri menentukan mati dan hidup manusia. Semua perkataan Firman Tuhan seolah tidak pernah tersampaikan kepada mereka. 


Benar, bahwa dalam keadaan darurat setiap manusia akan melakukan upaya penyelamatan dirinya. Tuhan Yesus juga berkata kepada murid-murid-Nya: "Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain." (Matius 10:23a). Tapi upaya penyelamatan diri yang dianjurkan Yesus ini tidak atas dasar kepanikan bahkan tidak bermotivasi penyelamatan diri murid-murid-Nya itu sendiri, melainkan, Yesus melanjutkan, "karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang." (Mat 10:23b). "Larilah ke kota lain", lalu Yesus lanjutkan "sebelum kamu selesai MENGUNJUNGI kota-kota Israel", artinya apa? Selagi masih dapat melarikan diri dari suatu penganiayaan, larilah, lari untuk mengabarkan Injil Kristus di kota-kota lainnya. Lari bukan karena panik atau takut mati, tetapi lari untuk ada lagi di kota lain guna memberitakan Injil Keselamatan di kota di mana mereka tuju. Lari bukan karena ketidakpercayaan akan kemahakuasaan TUHAN, apalagi lari karena takut mati, melainkan lari karena tanggung jawab untuk terus menjadi pemberita-pemberita Injil Kristus selagi hidup itu masih diperkenankan oleh Tuhan kepada mereka. Lalu apakah kepanikan anak-anak Tuhan dalam berbagai kejadian atau peristiwa adalah seperti yang dimaksudkan Tuhan Yesus ini?


Jujurlah kita mengakui, upaya penyelamatan diri kita dari setiap kejadian atau peristiwa hampir sebagian besar tidaklah beda sebagaimana yang dilakukan Saul. Suatu peristiwa atau kejadian itu seakan begitu besar dan menakutkan seolah-olah berkuasa atas tubuh, jiwa dan roh kita. Firman Tuhan tidak punya tempat lagi dalam kepanikan. Doa mengalir dari bibir yang gemetar ketakutan, bukan dari hati yang percaya. Takut untuk mati begitu kuat mengikat rasa hati manusia. Ingatan akan diri sendiri, anak-anak, suami, isteri, harta benda, orang tua bercampur aduk di pikiran. Ketidaksiapan meninggalkan dunia mengesan kuat karena kepentingan diri sendiri, bukan untuk suatu tujuan kemuliaan bagi nama Tuhan. Dunia menjadi begitu berarti, bukan karena kita ingin bertahan karena Tuhan, melainkan untuk diri kita sendiri.

Tahun 2007 gempa mengguncang kota Manado, listrik padam, isu tsunami menggeger. Pada saat itu saya sedang berdiri di mimbar gereja di ibadat malam. Saya tidak menghentikan jalannya ibadat itu, bahkan tak ada satu bagian pun saya lewati. Satu dua lilin dinyalakan oleh rekan-rekan pelayan yang bertugas malam itu. Ibadat terus berlanjut sementara gedung gereja kerap berguncang kuat. Apa yang terjadi saudara? Di luar para orang tua yang anak-anaknya sedang mengikuti ibadat mengumpat, entah siapa yang mereka umpat, karena ibadat tidak dihentikan, sementara orang sudah berlarian ke luar rumah menyelamatkan diri. Mereka mau supaya penyembahan kepada TUHAN Allah di dalam Yesus Kristus, Juruselamat Dunia, DIHENTIKAN karena mereka menganggap itu akan membahayakan anak-anaknya yang sedang menyembah kepada-Nya itu. Tetapi mereka kecewa, sebab terpujilah Tuhan, tak satu pun mereka yang beribadat malam itu berhenti menyembah (meninggalkan gedung gereja). Dan sampai hari ini anak-anak mereka dan kami yang beribadat di malam itu masih hidup. Namun dengan ini pula nyatalah bagi kita, ibadat tidak selalu dipandang sebagai penyembahan dan  orang Kristen tidak selalu berarti orang PERCAYA.
Semua itu ada dalam kepanikan. Sebab upaya penyelamatan diri atas percaya akan jauh lebih tampak dari orang-orang yang tidak panik, melainkan tenang.
1 Petrus 4:7 Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.
Ketenangan, itulah lawan kepanikan. Ketenangan membuat pikiran kita bekerja dengan lebih baik sehingga langkah-langkah penyelamatan diri pun akan memiliki dasar-dasar pertimbangan. Ketenangan memberi ruang bagi hati kita dan hati Allah. Ketenangan memberi waktu bagi kita untuk berseru kepada Tuhan dengan pikiran yang mengingat akan janji-janji Tuhan dan mengaminkan kehendak Tuhan berlaku dalam hidup kita. Berdoa dalam kepanikan adalah memaksakan kehendak kita kepada Tuhan, sedangkan berdoa dalam ketenangan adalah menyerahkan hidup kita kepada kehendak-Nya. Berdoa dalam kepanikan adalah mempertanyakan kemahakuasaan TUHAN, sedangkan berdoa dalam ketenangan mengaminkan kemahakuasaan TUHAN atas kita. Ketenangan memberi ruang bagi ungkapan permohonan dalam kepercayaan yang masih terjaga di hati kita dan "dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu" (Yesaya 30:15c).


Kita tidak pernah tahu rencana TUHAN atas hidup kita. Kepanikan dapat mengecewakan TUHAN karena kepanikan mengindikasikan ketidakpercayaan kita kepada-Nya, dan bisa saja seperti Saul, ini mengubah masa depan kita yang sedianya sudah dirancangkan-Nya bagi kita. Bagi saya bukan ini yang penting, melainkan bahwa suatu peristiwa atau kejadian justru dipakai TUHAN untuk melihat hati yang percaya kepada-Nya. Tetaplah tenang dan berdoa, agar dengan hikmat-Nya kita dituntun kepada keselamatan yang dikenan-Nya. Momen-moment menegangkan adalah kesempatan bagi kita untuk membuat Ia bahagia, bahwa Ia masih mendapati kepercayaan di hati kita kepada-Nya. Semoga.--**HEP**

Sinoptik | Yesus Berdoa di Taman Getsemani


Matius 26:36-46; Markus 14:32-42; Lukas 22:39-46; Yohanes 18:1-2

 
Taman Getsemani adalah sebuah taman di kaki bukit Zaitun di Yerusalem, Israel. Kata Gethsemane muncul pada Injil Matius dan Injil Markus berbahasa Yunani sebagai Ge?s?�a?? (Gethsemani). Kata ini berasal dari Assyria ???? (Ga?-�mane), yang artinya �alat pemeras (penghasil) minyak�. -atau Kilang Minyak Zaitun. Matius 26:32 dan Markus 14:32 menyebutnya ?????? (kho-ree'-on) atau �tempat�. Injil Yohanes 18:1 mengatakan Yesus memasuki sebuah �taman� ??p?? (kepos) bersama dengan murid-muridnya. (Wikipedia)

Matius dan Markus
Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu tempat bernama Getsemani (Mat 26:36; Mrk 14:32)

Lukas
Yesus dan murid-murid-Nya ke luar kota dan sebagaimana biasanya Ia menuju Bukit Zaitun (Luk 22:39)

Yohanes
Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu taman di seberang sungai Kidron (Yoh 18:1), tempat di mana Yesus dan murid-murid-Nya sering berkumpul, oleh karena itu Yudas Iskariot juga tahu tempat itu (Yoh 18:1-2)

Yesus kepada Murid-murid-Nya :

Matius dan Markus



Lukas


"Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa." (Mat 26:36; Mrk 14:32)

"Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan." (Luk 22:40)

Matius dan Markus
Yesus membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus (Yohanes dan Yakobus) ke tempat Ia berdoa (Mat 26:37; Mrk 14:33)


Matius
Mulailah Yesus merasa sedih dan gentar (Mat 26:37)

Markus
Yesus sangat takut dan gentar (Mrk 14:33)



Kepada Petrus, Yakobus dan Yohanes

Matius dan Markus   


Matius


Markus


"Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.� (Mat 26:38; Mrk 14:34)

�Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku." (Mat 26:38)

�Tinggalah di sini dan berjaga-jagalah� (Mrk 14:34)

Matius
Yesus maju sedikit, sujud dan berdoa (26:39).




Markus
Yesus maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa (14:35)




Lukas
Yesus menjauhkan diri dari murid-murid-Nya kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa (22:41):


"Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Mat 26:39)


"Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki." (Mrk 14:36)


"Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Luk 22:42)

Lukas
Seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada Yesus untuk memberi kekuatan kepada-Nya (22:43)


Lukas
Yesus sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa (22:43a)


Lukas
Peluh Yesus menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah ( 22:43b)


Matius, Markus, Lukas
Yesus kembali kepada murid-murid-Nya

Matius
Yesus mendapati mereka sedang tidur (26:40)

Markus
Yesus mendapati ketiganya sedang tidur (14:37))

Lukas
Yesus mendapati mereka sedang tidur karena dukacita (22:45))


Matius
Yesus kepada Petrus :






Matius
Yesus kepada Petrus : 





Lukas
Yesus kepada murid-murid-Nya :

"Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan:  roh memang penurut, tetapi daging lemah� (Mat 26:40-41)


"Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Mrk 14:37-38)

"Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan." (Luk 22:46)

Matius
Yesus pergi untuk kedua kalinya dan berdoa :


Markus
Yesus pergi lagi berdoa


"Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" (Mat 26:42)

Mengucapkan doa yang itu juga (Mrk 14:39)

Matius dan Markus
Yesus kembali kepada mereka

Matius dan Markus
Yesus mendapati mereka sedang tidur,
sebab mata mereka sudah berat (Mat 26:43; Mrk 14:40)

Markus
Mereka tidak tahu jawab apa yang harus mereka berikan kepada Yesus (14:40)


Matius
Yesus membiarkan mereka di situ (36:44)


Matius
Yesus pergi berdoa untuk ketiga kalinya (26:44)

Ia mengucapkan doa yang itu juga (Mat 26:44)

Matius dan Markus
Kembali kepada murid-murid-Nya.

Kepada murid-murid-Nya :
Matius





Markus



(45) "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Lihat, saatnya sudah tiba, bahwa Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. (46) Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat."

(41) "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Cukuplah. Saatnya sudah tiba, lihat, Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. (42) Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat."

_ � _ �**HEP**� _ � _

Minggu, 13 Maret 2011

Cuma Ingin Dengar | Humor Kristiani

Seorang Pendeta sedang memperbaiki pagar kebunnya. Dengan penuh tenaga dan semangat ia memaku kayu-kayu untuk pagar barunya. Seorang Anak Kecil dari desa tetangga datang dan memperhatikan dengan serius sang Pendeta yang sedang bekerja. "Kamu pasti juga ingin bisa memaku seperti ini, bukan?" tanya Pendeta. "Oh ... saya sudah bisa memaku dengan baik!" jawab Anak tersebut. "Lalu kenapa kamu memperhatikan aku dengan penuh perhatian?" tanya Pendeta lebih lanjut. "Saya cuma ingin dengar kata-kata apa yang bakal keluar dari mulut Bapak kalau palu itu mengenai ibu jari Bapak",  jawab anak kecil itu dengan santainya. ***

?|| PREVIOUS : Humor 5

Sabtu, 12 Maret 2011

Pemisahan

pemisahan
Apakah Anda pernah mengalami pemisahan? Dipisahkan dari seseorang yang sangat Anda cintai? Dipisahkan dari sesuatu yang menjadi andalan dan harapan Anda selama ini?


Mari kita lihat soal Abraham... bapak orang percaya. Abraham telah melalui proses pemisahan-pemisahan dalam hidupnya. Ia mengalami rasa sakit dan terluka yang amat dalam. Tetapi justru melalui pemisahan-pemisahan itu, Allah membawa Abraham naik ke level yang lebih tinggi untuk mendapat �berkat yang lebih besar.

Ada beberapa proses pemisahan yang dialami Abraham dalam hidupnya sehingga menjadikan dia seorang �manusia Allah.� 


Pertama, Abraham dipisahkan dari Terah, bapanya (Kisah 7:1-3)

Abraham telah menyalahi perintah Tuhan. Allah berfirman kepada Abraham,�Engkau harus pergi sendiri.� Tetapi nyatanya Terah yang membawanya pergi keluar dari Ur-Kasdim, negerinya itu. (Kejadian 11:31-32). Terah berarti "delay" atau penundaan. Allah harus memisahkan Abraham dari Terah, karena selama ini Abraham menganggap Terah sebagai tempat menaruh harapan dan �sumber dari hidupnya.� Allah ingin Abraham dapat belajar bergantung hanya kepada Dia dan melihat Allah sebagai �Sumber Kehidupannya.�
Memang dipisah dari seseorang atau sesuatu yang selama ini menjadi andalan dan sumber dari hidup kita adalah sulit dan berat. Saat ini mungkin Anda kehilangan pekerjaan atau bisnis yang menjadi andalan Anda atau kehilangan seseorang yang telah menopang dan mendukung Anda. Setiap proses pemisahan selalu diikuti dengan berkat dan kemurahan Allah apabila Anda tidak menjadi kecewa dan mundur melainkan Anda tetap beribadah dan melayani Dia.

Kedua, Abraham harus dipisahkan dari Lot, keponakannya (Kejadian 13:1-11)
Nama Lot artinya "Veil" atau selubung, sesuatu yang menghalangi atau menutupi pandangan sehingga gagal melihat kenyataan yang sebenarnya. Abraham harus dipisah dari Lot agar Abraham mampu melihat perkara-perkara rohani yang mulia dan berharga. Allah ingin mengajar Abraham bahwa perkara-perkara jasmani dan materi selalu ditopang oleh perkara-perkara rohani.
Saat Anda diperlakukan tidak adil, belajarlah lewat kisah Abraham. Tuhan memang izinkan proses pemisahan supaya kita tidak selalu menggunakan kekuatan sendiri melalui apa yang dapat dilihat mata atau didengar telinga yang nampaknya baik dan menguntungkan. Tuhan mau mengajar kita melihat dengan mata hati yang terang untuk melihat janji Allah dalam hidup ini.

Ketiga, Abraham dipisahkan dari Hagar dan Ismail (Kejadian 21:8-12)

Pesan melalui pemisahan Abraham dengan Hagar dan Ismail adalah apabila kita merelakan kekuatan diri kita dipotong bahkan diremukkan-Nya janganlah menjadi kecewa, Dia menjamin akan memelihara dan memberkati hidup kita.

Keempat, Abraham dipisahkan dari Ishak, anaknya (Kejadian 22:1-2)

Allah mengerti bahwa Abraham sangat mencintai Ishak, anaknya yang tunggal itu. Pernahkah Anda mengalami hal yang sama? Tuhan yang telah memberikan perasaan khusus lalu Tuhan sendiri memerintahkan untuk menghapus perasaan itu demi Dia, ini sesuatu yang paling berat karena menyangkut pribadi yang telah melekat di hati kita. Hal ini mengajar kita bagaimana rasanya jatuh cinta dan melekatkan hati kita kepada Tuhan. Tuhan ingin menjadi yang utama dan segalanya dalam hidup kita. Tidak boleh ada seseorang atau sesuatu yang lain kecuali Dia saja.

�Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau yang tidak kuatir dalam tahun kering dan yang tidak berhenti menghasilkan buahnya.� (Yeremia 17:7-8) *** [Sahabat]

Gaya Berkhotbah Hamba-Hamba Tuhan

Hamba-hamba Tuhan mempunyai gaya berkhotbah yang berbeda-beda. Ada hamba Tuhan yang berkhotbah dengan berapi-api dan berkesan galak, ada hamba Tuhan yang berkhotbah dengan lembut kebapakan, ada hamba Tuhan yang berkhotbah dengan begitu serius seperti nabi, tapi ada pula yang berkhotbah dengan jenaka dan bersahabat. 

Bila kita coba memikirkan faktor-faktor apakah yang membentuk gaya berkhotbah seorang pengkhotbah, maka kita akan menemukan satu analisa yang sangat menarik yang mungkin dapat membantu kita, sebagai seorang pengkhotbah, dalam mengembangkan gaya berkhotbah kita sendiri. Faktor-faktor pembentuk itu banyak dan kompleks, namun di sini saya akan membatasinya hanya pada tiga faktor yang dominan saja, yakni: temperamen, peniruan, dan citra diri pengkhotbah. 

Temperamen 
Dari sudut psikologi, kita tahu bahwa manusia mempunyai temperamen yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Pada dasarnya temperamen manusia dapat dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Kolerik, Sanguin, Melankolik, dan Plegmatik. Walaupun tidak ada manusia yang melulu memiliki satu temperamen�pada hakekatnya setiap manusia memiliki campuran temperamen�namun, tetap ada satu temperamen yang dominan dalam diri seseorang. Temperamen yang dominan ini bukan hanya mempengaruhi pembawaan seorang pengkhotbah dalam kehidupannya sehari-hari, tapi juga mempengaruhi gaya berkhotbahnya di mimbar. 

Seorang yang bertemperamen Sanguin, yang biasanya lebih bersifat ekstrovet, mungkin lebih menarik dan bersahabat dalam menyampaikan Firman Tuhan dibanding dengan seorang plegmatik yang introvet dan dingin. Namun seorang Plegmatik mungkin mampu berkhotbah dengan pemikiran yang lebih mendalam dari pada pengkhotbah dengan temperamen lainnya. Seorang pengkhotbah yang Kolerik nampak lebih tegas dan berwibawa dalam berkhotbah, namun seorang pengkhotbah yang bertemperamen melankolik bisa jadi lebih mengunggulinya dalam menyentuh hati pendengar. 

Barangkali ada di antara kita yang tidak begitu yakin dengan analisa temperamen ini, yang lebih bernuansa psikologis daripada alkitabiah, tapi pada kenyataannya seorang pengkhotbah menyadari ada suatu pembawaan yang dominan dalam dirinya�yakni temperamen�yang tidak bisa ia abaikan begitu saja, apalagi merubahnya. Ketika ia mencoba gaya yang berbeda dari pembawaannya, ia merasa sangat sukar dan tidak nyaman. Fakta itu menunjukkan bahwa, pada hakekatnya, gaya berkhotbah seorang pengkhotbah tidak akan bergeser jauh dengan temperamen yang ia miliki. 

Peniruan 
Faktor lain yang dapat membentuk gaya seorang pengkhotbah dalam berkhotbah adalah faktor peniruan. Meskipun setiap pengkhotbah itu unik dalam gaya berkhotbahnya, ada sebagian pengkhotbah justru selalu berusaha untuk meniru gaya berkhotbah dari pengkhotbah lain. Peniruan gaya berkhotbah ini bersumber dari imaginasi pengkhotbah tersebut yang mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh idolanya. Harus kita akui, pada umumnya setiap pengkhotbah sedikit banyak dipengaruhi oleh satu atau dua pengkhotbah lainnya. Hal itu wajar terjadi dan tidak perlu menimbulkan perasaan bersalah. Yang tidak wajar adalah bila kita terus menerus meniru gaya orang lain tanpa berusaha untuk keluar dari keterikatan tersebut dan mencari bentuk kita sendiri. 

Seorang pengkhotbah yang �dewasa� akan merasa tidak nyaman untuk meniru gaya pengkhotbah lain. Ia akan mantap dengan gayanya sendiri. Di samping itu, ia menyadari bahwa jemaat tidak akan menjadi kagum dengan akting peniruaannya; sebaliknya, mereka akan menjadi �geli� dengan gaya imitasinya. Kita bisa membayangkan perasaan tidak nyaman seorang pengkhotbah bila setelah usai kebaktian seseorang mengatakan kepadanya bahwa ia berkhotbah mirip dengan Pendeta anu atau Pendeta itu. Perkataan seperti itu jelas bukan pujian yang harus diterima dengan senang hati oleh si pengkhotbah, kecuali identitas diri pengkhotbah itu memang lemah. Satu fakta yang perlu kita ingat adalah bahwa seorang pengkhotbah yang terkenal dipuji bukan karena ia dapat berkhotbah dengan gaya mirip seorang pengkhotbah terkenal lainnya, tapi karena ada sesuatu yang unik di dalam diri dan khotbahnya, termasuk keorsinilan gaya berkhotbahnya. 

Bila kita merasa bahwa sebagian besar gaya kita masih dibayang-bayangi oleh gaya pengkhotbah idola kita, dan kita ingin memiliki gaya berkhotbah khas kita sendiri, maka ada beberapa hal yang perlu kita pikirkan. Yang pertama, perlu kita sadari bahwa Allah tidak pernah menciptakan seorang manusia pun sama dengan manusia lainnya, demikian juga setiap pengkhotbah. Setiap pengkhotbah unik bukan hanya dalam temperamen, karakter, latar belakang hidup, tapi juga unik dalam gaya menyampaikan firman Tuhan. 

Oleh karena itu, usaha untuk menjadi sama seperti pengkhotbah lain, meniru bahkan menjiplak, merupakan usaha yang berlawanan dengan rencana Allah yang indah bagi setiap pengkhotbah. Dengan perkataan lain, selama kita berkhotbah tidak dengan gaya kita sendiri, selama itu pula kita tidak pernah menjadi seorang pengkhotbah yang pas dengan maksud Tuhan. Satu hal yang perlu kita yakini ialah bahwa setiap gaya yang orsinil mampu berbicara lebih efektif dari pada gaya imitasi yang kita tiru dari seorang pengkhotbah yang paling efektif. 

Usaha kedua yang perlu dilakukan adalah timbulkan perasaan malu dalam diri kita pada waktu kita meniru baik isi khotbah dan juga kata-kata dari pengkhotbah yang menjadi idola kita. Perasaan malu itu bukan hanya akan memagari diri kita untuk tidak melangkah ke lahan gaya orang lain dan mengklaimnya sebagai hasil tanaman kita sendiri, tapi juga memaksa kita mencari bentuk dan mengembangkan gaya khotbah khas kita. 

Tuhan tidak menuntut kita untuk menjadi seperti seorang lain sebelum Dia memakai kita; sebaliknya, Ia memakai kita dengan keunikan yang ada pada kita. Dengan mata imaginasi kita dapat melihat betapa bingungnya Daud ketika ia �dipaksa� oleh Saul untuk memakai baju perang dan ketopong tembaga milik Saul pada waktu ia hendak berperang melawan Goliat. Saul, yang tubuh yang lebih tinggi dari rata-rata orang sezamannya, memang adalah pendekar perang yang tangguh, tapi fakta itu tidak berarti bahwa Daud yang bertubuh lebih kecil tidak dapat dipakai Tuhan sebagai alat-Nya. Daud menyadari bahwa baju perang Saul tidak pas untuknya, maka ia melepaskannya dan mengenakan bajunya sendiri. Kepercayaan dirinya tidak merosot dan ia tetap yakin bahwa dengan keunikannya Allah dapat memakainya. Keyakinan seperti itulah yang seharusnya ada dalam diri kita sebagai seorang pengkhotbah. Dari pada menjiplak gaya orang lain, pasti akan jauh lebih baik jika kita mengembangkan gaya berkhotbah kita sendiri. �Be yourself� itulah nasihat yang harus kita selalu ingat. 

Citra Diri Pengkhotbah 
Sebagian besar pengkhotbah mempunyai citra tentang siapakah dirinya sebagai seorang pengkhotbah dan apa yang sedang ia kerjakan. Sebagian lagi, mungkin, mempunyai konsep yang samar-samar atau bahkan tidak pernah memikirkan sama sekali tentang apa dan siapakah diri mereka sebagai seorang pengkhotbah. Sebenarnya, andil yang terbesar dalam membentuk gaya seorang pengkhotbah adalah citra diri yang dimilikinya sebab citra diri tersebut mendorongnya untuk bergaya seperti apa yang ia bayangkan. 

Jika seorang pengkhotbah mempunyai gambaran bahwa dirinya adalah seorang �nabi�, ia akan berkata-kata dengan sangat otoritatif seolah-olah ia mendengar suara Allah atau mendapat penglihatan langsung dari Allah. Namun, jika seorang pengkhotbah mempunyai gambaran bahwa dirinya adalah seorang pengajar, maka ia akan berkhotbah dengan gaya seorang guru yang berlakon di depan murid-muridnya. Hal yang serupa terjadi, jika seorang pengkhotbah mempunyai konsep bahwa dirinya adalah seorang gembala, maka gaya khotbahnya lebih cenderung lembut, tenang dan berisi banyak wejangan. Namun, jika seorang pengkhotbah mempunyai gambaran dirinya adalah seorang �entertainer�, maka ia akan berkhotbah dengan gaya yang lucu dan terus melucu. 

Sebenarnya, ada banyak konsep tentang siapakah pengkhotbah itu, baik yang Alkitabiah maupun yang bukan. Namun demikian, Thomas G. Long dalam bukunya, The Witness of Preaching, menyakinkan bahwa gambaran yang paling tepat dan sehat tentang siapakah seorang pengkhotbah itu terdapat dalam Yesaya 43:8-13 dan Kisah Para Rasul 20:24, yakni, seorang pengkhotbah adalah �seorang saksi�. 

Gambaran �seorang saksi� menekankan bahwa: (1) Seorang pengkhotbah bukan sumber otoritas, tetapi ia hanya seorang saksi yang telah melihat dan mendengar firman Tuhan lebih dahulu. Ia adalah juga bagian dari jemaat dan berasal dari jemaat, kemudian diutus oleh jemaat untuk pergi menyaksikan�mendengar dan melihat�firman Tuhan untuk kemudian menyampaikan kepada jemaat apa yang telah ia saksikan. (2) Itulah sebabnya, ia tidak diharapkan untuk menyaksikan hal-hal yang lain, termasuk menyaksikan kehebatan dirinya, tetapi hanya menyampaikan berita dari firman Tuhan yang telah ia saksikan. Ini bukan berarti seorang pengkhotbah tidak boleh sama sekali menceritakan tentang dirinya di mimbar, tetapi pengertian ini lebih menekankan bahwa fokus khotbah bukanlah diri si pengkhotbah itu sendiri, melainkan berita firman Tuhan. (3) Kesaksiannya sangat penting karena menyangkut kebenaran ilahi yang bersifat kekal yang mempengaruhi pengetahuan dan pertumbuhan iman jemaat. (4) Kesaksian tersebut bukan hanya sekadar kata-kata belaka, tetapi juga menyangkut keterikatan total antara kata dan perbuatan dari si pengkhotbah. Dengan kata lain, integritas seorang pengkhotbah memegang peranan penting dalam tugasnya. (5) Yang terakhir, tentu saja dalam tugas sebagai saksi, seorang pengkhotbah dituntut untuk merancang lebih dahulu tentang bentuk kesaksiannya atau cara mengkomunikasikannya agar berita yang ia sampaikan dapat diterima oleh jemaat dengan baik. 

Konsep ini sangat baik dan bermanfaat karena menempatkan seorang pengkhotbah pada posisi yang tepat tentang siapakah ia dan apa yang sedang ia kerjakan. Seorang pengkhotbah yang menghayati konsep ini tidak akan pernah bergaya otoritatif begitu rupa seolah-oleh ia adalah sumber otoritas itu sendiri. Ia akan tetap menghormati Tuhan, sebagai sumber otoritas yang ia saksikan, dan jemaat yang mendengar khotbahnya. Ia akan selalu ingat bahwa ia adalah bagian dari jemaat, berasal dari jemaat, dan diutus oleh jemaat. 

Dengan menghayati konsep ini, seorang pengkhotbah juga diingatkan bahwa ia berdiri di mimbar sebagai seorang saksi untuk menyaksikan dan menyuarakan firman Tuhan, bukan untuk menyaksikan hal-hal lain, termasuk filsafat, psikologi, sosiologi, manajemen, atau hal-hal lainnya. Firmanlah yang menumbuhkan iman jemaat dan firmanlah yang merubah hidup mereka. 

Oleh karena itu, ia akan sangat serius dalam mempersiapkan firman Tuhan. Ia pergi ke ruang belajarnya sebagai seseorang yang diutus jemaat untuk menyaksikan firman Tuhan. Ia menyelidiki, menganalisa, dan bergumul berjam-jam bahkan berhari-hari dengan bagian Alkitab yang akan dikhotbahkannya untuk menyaksikan�melihat dan mendengar�kehendak Tuhan bagi jemaat. Setelah mendapatkannya, ia dengan keseriusan yang sama memikirkan bentuk penyampaian yang paling efektif sehingga berita yang hendak ia sampaikan dapat diterima oleh jemaat dengan baik. 

Selanjutnya, konsep ini secara implisit menyatakan bahwa khotbah bukanlah suatu karangan intelektual belaka yang disusun berdasarkan urutan yang logis; khotbah juga bukan suatu rangkaian kesaksian pribadi yang diceritakan karena ada sesuatu yang menyentuh di dalamnya. Memang khotbah yang baik menuntut baik cara pikir yang logis maupun kesaksian pribadi yang menyentuh hati pendengar, tapi yang pertama dan terutama khotbah adalah suatu event (peristiwa, saat) di mana seorang pengkhotbah berdiri sebagai seorang saksi yang telah menyaksikan kehendak Tuhan dalam Alkitab yang ia telah gumuli berhari-hari lamanya. Event itu akan sungguh-sungguh menjadi event yang penting bagi jemaat yang mendengarnya bila mereka tahu bahwa orang berdiri berdiri sebagai saksi itu memiliki keterpaduan antara kata dan tindakan: integritas. 

Arah yang Benar Membawa ke Tujuan yang Benar 
Setelah kita mengikuti uraian di atas, kita mendapati bahwa gaya berkhotbah seorang pengkhotbah tidak hanya sekedar melukiskan cara seorang pengkhotbah menyampaikan firman Tuhan, tetapi lebih dalam dari itu, yaitu, menjelaskan tentang siapakah ia sebenarnya, paling sedikit mengindikasikan temperamen dan citra dirinya sebagai seorang pengkhotbah. Dari kedua hal itu, kita dapat menyimpulkan bahwa apapun temperamen yang dimiliki oleh seorang pengkhotbah tidak akan pernah menghalanginya untuk menyampaikan firman Tuhan dengan baik dan benar, tetapi citra diri pengkhotbah akan sangat mempengaruhi apakah ia melakukan tugas dengan baik dan benar atau tidak. 

Bila kita ingin mengembangkan gaya berkhotbah khas kita sendiri, kita tidak perlu meniru gaya berkhotbah dari pengkhotbah lain, kita juga tidak perlu menyesal bahwa kita bukan tipe temperamen tertentu, tetapi yang paling penting yang kita perlukan adalah memiliki citra diri seorang pengkhotbah yang benar, yang sehat, dan alkitabiah. Dengan menyakini bahwa seorang pengkhotbah adalah seorang saksi, kita akan selalu disadarkan untuk berlakon sewajarnya sesuai dengan tugas dan posisi kita. Yohanes Pembaptis mengerti sepenuhnya tentang hal itu, karena itu ia berkata kepada murid-muridnya, �Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya� (Yoh 3:28).� Akhirnya, citra diri yang benar membawa Yohanes Pembaptis pada tujuan yang benar, ini nampak dalam perkataannya, �Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil� (Yoh 3:30). � *** Pdt. Benny Solihin [Dari "Sahabat" di Grup Nehemia Facebook]

SHALOM
GOD BLESS YOU

Ilustrasi | Cincin Bermata Embun

IlustrasiKonon ada seorang Kaisar yang sangat kejam sekali, rakyatnya sangat takut pada Kaisar itu; sebab kalau apa yang diperintahkan Kaisar tidak dapat dipenuhi maka Kaisar pasti menghukum mereka. Satu-satunya orang yang tidak takut padanya hanya sang putri tunggalnya. Apa saja yang diminta putrinya pasti dikabulkan.


Suatu hari sang putri datang pada papanya.

"Pa, saya mau minta sebuah cincin."

"Bukankah kamu sudah mempunyai banyak cincin anakku?" tanya sang papa kembali.

"Ini yang lain pa, saya menginginkan cincin yang bermata embun." Sambil merengek-rengek di depan papanya.

"Baiklah anakku, papa akan memberikan padamu."

Keesokan harinya Kaisar memberikan pengumuman. "Semua pandai-pandai emas di negeri ini supaya berkumpul di istana, karena ada tugas yang harus saya berikan kepada kalian."

Mendengar ini semua pandai-pandai emas sangat ketakutan, sebab apabila mereka tidak dapat memenuhi permintaan Kaisar, maka ganjarannya dipenjarakan atau dibunuh.

Tibalah hari yang ditetapkan, maka semua pandai-pandai emas pun berkumpul di Istana. Kaisar mengatakan, "Putriku ingin memiliki sebuah cincin yang terbuat dari emas dan bermata embun, saya harap kalian dapat mengerjakan untuknya."

Semua pandai-pandai emas tercengang mendengar itu, tidak ada seorangpun yang berani tunjuk tangan, sebab apa yang ditugaskan oleh raja adalah suatu tugas yang tidak masuk akal. Mereka sudah putus asa, karena mustahil membuat cincin yang bermata embun.

Di tengah keheningan dan ketakutan, maka berdirilah seorang kakek tua dan berkata: "Saya bersedia."

Semua pandai-pandai emas itu gembira bercampur sedih, sebab mereka bayangkan sebentar lagi kakek itu bakal mati, dan kalau berhasil maka mereka semua tertolong. Namun kakek tua ini dengan tenang berkata, "Saudara-saudara doakanlah supaya Tuhan memberi saya hikmat." Lalu kakek ini berpaling pada sang putri Kaisar dan berkata, "Putri, besok pagi-pagi jam 04.00 saya tunggu di halaman Istana."

Keesokan harinya, pagi-pagi sebelum jam 04.00 sang putri sudah bangun, ia mengenakan gaun putih yang paling mahal, kaus kaki putih, sepatu serta sarung tangan yang serba putih. Lalu ia berjalan menemui kakek itu, "Baiklah nak, sekarang saya persiapkan alat-alat untuk membuat cincinmu; sementara itu engkau boleh memilih embun yang engkau paling sukai, lalu bawa kemari."

Dengan senang hati sang putri berjalan-jalan mengelilingi taman Istana untuk mencari embun yang paling indah. Namun sudah lebih kurang dua jam masih belum ditemukan, sebab setiap embun yang dia ambil selalu menjadi air. Gaun indahnya sudah basah, kaus kakinya sudah kotor, sepatunya basah bahkan sarung tangannya sudah menjadi jorok.

Akhirnya sambil menangis sang putri berlari menuju kakek tua itu dan berkata: "Saya tidak mau lagi cincin itu."

Kakek tua itu hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa, sementara Kaisar melihat dari lantai atas Istana sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Ayat Alkitab :
I Yohanes 5:14. "Dan inilah keberanian percaya kita kepadaNya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu sesuai dengan kehendakNya." *** [Sahabat]

Jumat, 11 Maret 2011

Tsunami

Tsunami (bahasa Jepang: ??; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. 


Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 - 50 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai.

Gempa yang menyebabkan tsunami
  • Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
  • Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
  • Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun
Sumber : Wikipedia
----

Tsunami Terbesar dalam Sejarah

6.000 SM
Gugusan salju besar di Sisilia longsor dan jatuh ke laut. Longsor yang terjadi pada 8 ribu tahun lalu ini memicu bencana tsunami tersebar di Laut Mediterrania. Tidak ada catatan sejarah bencana ini. Hanya para ilmuwan geologi memperkirakan tsunami dengan kecepatan 320 kilometer per jam ini mencapai ketinggian gedung 10 lantai. 

1 November 1755
Setelah gempa yang menghancurkan Lisbon, Portugal, dan mengguncang sebagian besar Eropa. Orang-orang banyak yang berlindung di perahu. Namun, tsunami justru terjadi. Tak pelak bencana ini menewaskan lebih dari 60 ribu orang. 

27 Agustus 1883
Letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda, memicu tsunami yang menenggelamkan pesisir Sumatera, Jawa bagian utara, dan Kepulauan Seribu. Kekuatan gelombang bisa menyeret karang seberat 600 ton ke pantai. 36 Ribu orang meninggal sia-sia. 

15 Juni 1896.
Gelombang setinggi 30 meter muncul sesaat setelah terjadi gempa di Sanriku, Jepang. Seluruh pantai timur disapu tsunami itu. Saat itu 27 ribu orang meninggal. 

1 April 1946 
Gempa besar di Alaska menimbulkan gelombang besar di Hawaii. Bencana yang sering disebut sebagai misteri "April Fools Tsunami" itu menewaskan 159 orang. 

9 Juli 1958
Gempa berkekuatan 8,3 SR di Alaska menyebabkan gelombang besar hingga 576 meter di Teluk Lituya, Alaska. Ini merupakan tsunami terbesar yang tercatat di zaman modern. Untung saja, tsunami terjadi di tempat terisolir, sehingga tidak menimbulkan banyak korban. Tsunami ini hanya menyebabkan dua nelayan meninggal dunia, karena kapalnya  karam diterjang ombak.

22 Mei 1960
Gempa bumi terbesar yang pernah tercatat sebesar 8,6 SR di Chile. Gempa ini menciptakan tsunami yang menghantam Pantai Chile dalam waktu 15 menit. Gelombang tinggi terjadi hingga 25 meter. Tsunami ini menewaskan 1.500 orang di Chile dan Hawaii.

27 Maret 1964
Gempa Alaska "Good Friday" berkekuatan 8,4 SR, menimbulkan gelombang 67 meter di kawasan Valdez Inlet, Alaska. Gelombang dengan kecepatan 640 kilometer per jam ini menewaskan lebih dari 120 orang. Sepuluh orang di antaranya dari Crescent City, California, yang juga mendapat kiriman ombak setinggi 6,3 meter.

23 Agustus 1976
Tsunami di Filipina barat daya menewaskan 8 ribu orang. Gelombang besar ini juga dipicu gempa bumi di sekitar pantai.

17 Juli 1998

Gempa dengan kekuatan 7,1 SR menghasilkan tsunami di Papua Nugini. Gelombang besar dengan cepat membunuh 2.200 orang. 

26 Desember 2004
Gempa maha dahsyat dengan kekuatan 9,3 SR mengguncang di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh. Gempa paling besar sepanjang 40 tahun terakhir ini menimbulkan gelombang tinggi di Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Setidaknya 320 ribu orang dari delapan negara meninggal dunia. Bencana ini merupakan kematian terbesar sepanjang sejarah.

28 Maret 2005
Tiga bulan kemudian tsunami juga terjadi di Sumatera. Gempa di lepas pantai Nias yang berkekuatan 8,7 SR itu memicu tsunami besar yang menewaskan 1.300 orang di Pulau Nias, Sumatera Barat. 

25 Oktober 2010
Gempa berkekuatan 7,2 SR yang mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, menimbulkan serangan gelombang maut, tsunami. Seluruh pemukiman yang berada di pantai barat gugusan kepulauan itu diterjang ombak hingga menewaskan ratusan orang. (umi) 

Jumat, 11 Maret 2011 
Gempa berkekuatan 8,9 Skala Richter yang mengguncang pesisir timur laut Jepang di Kepulauan Honshu, memicu gelombang dahsyat tsunami setinggi 4 hingga 10 meter. Gempa susulan setidaknya 19 kali -- kebanyakan di atas 6 SR -- telah memporakporandakan seluruh kota. Tremor yang keras bahkan mencapai Tokyo yang jaraknya ratusan mil dari pusat gempa. Gelombang air berlumpur melanda lahan pertanian di dekat kota Sendai, membawa bangunan, beberapa dalam kondisi terbakar. Landasan pacu Bandara Sendai bandara di utara Tokyo, dipenuhi dengan mobil, truk, bus dan lumpur tebal yang terhanyut.


Sumber : VivaNews


?|| PREVIOUS : Gunung Berwajah Manusia

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India