Saya terhenyak. Bukan baru satu kali kejujuran ini membahasa di bibir sesamaku manusia, suami ataupun istri. "Ia tidak menggairahkan lagi", di lain pihak, "Ia tidak bergairah lagi kepada saya". Namun juga, "Ia sudah tidak berdaya, sementara saya masih membutuhkan kepuasan itu". Dan seakan tergesa-gesa, satu per satu berucap sama, "Bagaimanapun saya masih manusia daging, Bu", demikian kalimat yang selalu membuntut, seolah hendak menyumbat bibir yang siap untuk menyanggah.
Entah, apakah acara tersebut masih ada atau tidak, saya pernah menyaksikan suatu tayangan reality show di salah satu station TV tentang hancurnya banyak rumah tangga oleh karena faktor ini, yakni ketidakpuasan biologis, entah dari pihak istri terhadap suaminya, pun sebaliknya. Kalau begitu hal ini bukan persoalan sepele, sebab ternyata ini sanggup membelah keutuhan banyak rumah tangga, dan terbukti.
Saya pun tidak menyepelekan hal ini, lebih tepatnya, saya tidak menyepelekan rasa mereka. Manusia memerlukan kesehatan tubuh, jiwa dan roh : sehat tubuh, sehat jiwa, dan sehat rohani. Para ahli kesehatan tubuh dan jiwa di bidang ini juga telah luar biasa menuntun mereka yang ada dalam pergumulan ini kepada jalan keluar untuk setiap detil keluhan di balik tirai kerja mereka masing-masing. Mereka diberi karunia untuk itu, dan sebagian besar dari mereka telah mengerjakan karunia itu dengan baik. Tapi kini satu per satu mereka ada di hadapanku ....
Roh Kudus mengingatkan aku akan firman-Nya melalui tulisan Rasul Paulus:
Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. (Kolose 3:2)
"But we are still in here, Lord, in the world.", bibir hatiku. Lagi di pikiranku, Ia mengucap firman yang dulu Ia sampaikan kepada murid-murid-Nya:
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. (Yohanes 14:27).
Dan "Ya, engkau dan mereka masih ada di sini, di dalam dunia ini. But, you are not alone. You are still in here with Me, with My peace. Let your minds thinks about these.". Ya, let our minds thinks about these.
Damai sejahtera yang Ia berikan TIDAK SEPERTI yang diberikan oleh dunia ini. Kalau demikian, dengan damai sejahtera-Nya ini saja CUKUP. Tidak mungkin lagi ada rasa tidak puas dalam damai sejahtera-Nya. Tapi ini akan dipandang teoritis belaka oleh siapapun juga selama ia sendiri tidak mengecap damai sejahtera itu. Ibaratnya dua orang berada di kaki gunung yang tinggi. Salah seorang memutuskan untuk mulai mendaki sedangkan rekannya hanya diam di tempat. Yang satu telah melangkah jauh bahkan berhasil mencapai satu titik ketinggian. Dari ketinggian itu ia berteriak kepada rekannya di kaki gunung, "Lihat, betapa indahnya pemandangan ini." Rekannya hanya dapat menjawab, "O ya?". Hanya orang yang mencapai titik itulah yang akan dapat melihat keindahan yang ia lihat. Selama seseorang tidak mencapai titik itu, maka keindahan itu hanyalah bayangan belaka.
Damai sejahtera yang Ia berikan TIDAK SEPERTI yang diberikan oleh dunia ini. Kalau demikian, dengan damai sejahtera-Nya ini saja CUKUP. Tidak mungkin lagi ada rasa tidak puas dalam damai sejahtera-Nya. Tapi ini akan dipandang teoritis belaka oleh siapapun juga selama ia sendiri tidak mengecap damai sejahtera itu. Ibaratnya dua orang berada di kaki gunung yang tinggi. Salah seorang memutuskan untuk mulai mendaki sedangkan rekannya hanya diam di tempat. Yang satu telah melangkah jauh bahkan berhasil mencapai satu titik ketinggian. Dari ketinggian itu ia berteriak kepada rekannya di kaki gunung, "Lihat, betapa indahnya pemandangan ini." Rekannya hanya dapat menjawab, "O ya?". Hanya orang yang mencapai titik itulah yang akan dapat melihat keindahan yang ia lihat. Selama seseorang tidak mencapai titik itu, maka keindahan itu hanyalah bayangan belaka.
So, what's the point? Trying to reach the peace then you'll get KEPUASAN untuk semua ketidakpuasan dari dunia ini. Akan menjadi suatu kemustahilan atau teoritis belaka bila kita tidak mencapai DAMAI SEJAHTERA yang Ia berikan kepada kita. Bagaimana caranya? Bukankah damai sejahtera itu telah diberikan, lalu mengapa mesti harus dikejar lagi? Perhatikanlah bahwa perkataan Yesus tentang damai sejahtera ini menyatu dengan perkataan-Nya yang lain tentang Roh Penghibur (Yoh 14:15-31). Roh Penghibur ini diberikan kepada kita, diam di dalam kita oleh iman kepada Yesus Kristus (a.l. Kis 2:38; Ef 3:17). Tapi sayangnya, tidak selalu kita berjalan bersama dengan Dia. Bagaikan orang yang mendapat hadiah sebuah mobil namun ia tidak pernah menggunakan mobil itu, maka sekalipun mobil itu ada tapi itu tidak memberi fungsi apa-apa bagi pemiliknya. Demikian juga orang-orang Kristen memiliki Roh Kudus tetapi Roh Kudus tidak disertakan dalam setiap aspek hidup pemilik-Nya atau jika disertakan itu hanya sewaktu-waktu maka hasilnya seolah-olah ketika diperlukan Ia ada, ketika tidak diperlukan Ia lenyap. Bagaimana kita mengerti dan mengecap damai sejahtera itu jika begini cara kita hidup bersama Roh Penghibur itu?
Galatia 5:16-17; 24-25Hanya ini jawaban untuk semua ketidakpuasan daging, yakni hidup oleh Roh dan dipimpin oleh Roh. Berilah ruang yang besar-besarnya bagi Roh itu dalam setiap gerak hidup Anda. Bangun dan bina hubungan pribadi dengan Tuhan. Intim dengan Dia. Pelihara komunikasi dengan Dia, yaitu doa dan membaca firman Tuhan. Hidup dipimpin oleh Roh "menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus" (2 Korintus 10:5), maka kita hidup di bumi dengan perspektif sorgawi (Kolose 3:2, terkutip di atas). Ini mengubah cara pandang kita terhadap semua upaya dan kenyataan hidup kita : kerja, usaha, sekolah, aktivitas, sosialitas, kekayaan, kemiskinan, persekutuan, rumah tangga, derita sakit, dsb, bahkan sampai kepada hal hubungan seksual suami dan istri. Tidak dapat dijelaskan kecuali bila Anda mengecapnya sendiri. Keinginan itu bukan lenyap dari hidup saudara, tetapi tidak terpenuhinya kebutuhan itu tidak sedikit pun melelehkan cinta Anda kepada suami/istri Anda. Anda dapat menerima keadaan itu apa adanya dengan sama sekali tidak membuat Anda merasa tidak puas. Segala sesuatu akan cukup bagi Anda. Ini luar biasa dan mungkin dipandang mustahil, tetapi sekali lagi Anda tidak akan melihat keindahan pemandangan di puncak bila Anda tidak pernah sampai ke puncak itu.
5:16 Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. 5:17 Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging -- karena keduanya bertentangan -- sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.
5:24 Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. 5:25 Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.
Jadi bagaimana? Bila mereka datang kepada saya untuk mencari jawaban guna memuaskan keinginan daging, maka mereka tidak akan menemukan jawaban apapun bahkan mereka akan pulang dengan kecewa. Salah seorang ada yang bertanya, "Kalau saya sudah belajar hidup di pimpin Roh, apakah saya dapat meminta kepada Tuhan untuk memulihkan ketidakmampuan suamiku?" Saya tersenyum, lalu mengatakan "Mengapa tidak?". Itu kurang lebih 1 1/2 tahun yang lalu. Dan beberapa minggu yang lalu kami bertemu di suatu acara. Melihat saya, dari jauh senyumnya sudah terlihat mengembang di bibirnya. Ia mendekati saya. Sesaat setelah mengungkapkan sukacita bertemu kembali, saya menggoda dia dengan bertanya, "Bagaimana, sudah minta kepada Tuhan?" Tanpa lebih jauh menjelaskan, ia sudah mengerti. Tampak tersenyum malu, ia berbisik "Tidak lagi, bu". "Maksudnya?", tanyaku. "Saya sudah melihat keindahan pemandangan itu" dengan wajah sukacita. Ia telah mengecap damai sejahtera yang tidak diberikan oleh dunia ini. Demikianlan, "Hanya dekat Allah saja aku tenang" (Mazmur 62:2a)
Tapi ini belum berakhir, sebab keinginan itu tidak lenyap. Celah sedikit saja dapat menarik kita kembali kepadanya. Beberapa orang dengan jujur menjalani pengobatan dan terapi dan belajar banyak untuk meraih hasratnya ini. Rasul Paulus juga berkata : "Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu." (1 Korintus 7:9). Bila hawa nafsu itu masih begitu kuat, maka usaha yang mereka lakukan itu menjadi tindakan bijaksana. Namun satu hal yang harus diinsafi adalah ketidakkekalan kita manusia. Maka tanpa dipimpin oleh Roh kepuasan itu pun berbatas jua. Dan dosa pun sudah mengintip di depan pintu.--**HEP**
0 komentar:
Posting Komentar